Kamis, 26 September 2013

Asyiknya Rame Rame

Lia sedang duduk menyelesaikan ceritanya di komputer waktu aku, Doni dan Ferry datang ke kamarnya. Tiba-tiba kami bertiga sudah ada di samping dan di belakangnya sambil ikut membaca ceritanya di monitor.

"Wah, ceritamu bikin horny loh..!" kataku yang diiyakan juga oleh Doni dan Ferry.
Yang membuat Lia kaget, Ferry dan Doni yang berdiri di samping kiri-kanannya membaca monitor sambil mengusap-usap celana bagian depannya yang nampak makin lama makin menonjol. Lia semakin kaget lagi sewaktu mereka secara bersamaan tiba-tiba membuka celana sekaligus CD-nya ke bawah, sehingga di kanan-kiri Lia muncul dua benda panjang menjulur ke depan. Rupanya mereka sudah tidak tahan membayangkan cerita di komputer Lia, apalagi melihat penampilan Lia malam itu yang hanya berdaster transparan.

"Tuh kan, jadi keras nih punyaku.., ayo pegang..!" kata Doni sambil menarik tangan Lia dan ditempelkannya di batang penisnya sekaligus penis Ferry.
"Eh, ngapain nih pada..?" tanya Lia sambil agak meronta.
"Udah deh, pegang aja..!" kata Doni yang tiba-tiba menyusupkan tangannya ke daster Lia bagian atas terus ke bawah hingga menyentuh gundukan buah dadanya yang tak ber-BH itu.

Lia langsung menggeliat merasakan usapan tangan Doni pada bagian sensitifnya yang menimbulkan sensasi tersendiri, sehingga Lia tidak lagi meronta dan malah menikmati genggaman tangannya pada batang penis Ferry dan Doni. Ferry pun tidak mau kalah, tangannya ikut masuk menggerayangi buah dada yang kiri sambil memilin-milin lembut puting Lia yang semakin mengeras.
"Aaah.., sshh..," desahnya merasakan kenikmatan sambil tangannya terus menggenggam dan sesekali mengocok batang penis mereka.

Mereka serentak menghentikan kegiatannya, dan menyuruh Lia berdiri dari kursi menuju ke ranjangnya. Daster Lia yang sudah tidak karuan menyangga tubuhnya langsung terlepas bersamaan dengan tangan Ferry yang menarik cepat tali dasternya. Sambil memegangi tangan Lia, kini mereka dapat bebas melihat kemulusan tubuhnya yang tinggal berbalut CD mini itu.

Lia disuruh berhenti di dekat ranjangnya, dimana aku sudah duduk menunggu, duduk di pinggir ranjangnya tanpa busana. Lia semakin pasrah sambil berdiri waktu Ferry dan Doni merentangkan kedua tangannya, dan mulai menciumi dari mulai ujung jari hingga ke lengan bagian atas. Bulu-bulu halus Lia langsung berdiri menerima perlakuan ini. Kecupan dan permainan lidah Ferry dan Doni di sepanjang kulit tangan Lia membuatnya seperti terbang melayang. Rintihannya semakin menggila sewaktu mereka menaikkan tangan Lia ke atas dan menyusupkan bibir-bibir mereka ke ketiaknya.

Jilatan-jilatan Ferry dan Doni yang belum pernah Lia rasakan sebelumnya itu, membuat Lia menggelinjang kegelian penuh rangsangan. Kepalanya yang menengadah ke atas langsung disambut dengan ciuman Doni di samping leher dan telinganya, sementara Ferry meneruskan jelajahan bibir dan lidahnya yang liar ke samping pinggang Lia. Sementara tangannya di atas memegang kepala Doni yang asyik menyusuri telinga dan tengkuknya, aku berdiri dari ranjang dan tak kusia-siakan buah dadanya yang membusung itu dengan kukecup lembut di sekitarnya. Putingnya yang mencuat kujilat, kukulum dan kuhisap bergantian yang membuat tubuhnya bergetar hebat menahan nikmat.

Desahan dan erangannya yang semakin mengeras tidak terdengar lagi, karena tiba-tiba Doni membungkam mulut Lia dengan mulutnya yang liar sambil memiringkan kepala Lia. Mau tidak mau Lia melayani permainan bibir dan lidah Doni yang menari-nari di dalam rongga mulutnya.
"Mmph.. mmph..," erangnya di tengah hebatnya serangan kami bertiga.

Sementara itu Ferry sudah berada di bawah tubuh Lia yang asyik menciumi belakang batang kakinya mulai dari paha, betis hingga tumit kakinya. Tangan Ferry yang tadinya meremas-remas pantat Lia, tiba-tiba begitu cepat turun ke bawah bersamaan dengan CD-nya, hingga akhirnya tak sehelai benang pun menempel di tubuh Lia. Pemandangan indah gundukan vagina Lia tidak kusia-siakan dengan bibirku yang sudah turun dari melumat buah dadanya menjadi ke perutnya.

Setelah puas memutar-mutarkan lidahku di seputar perut dan pusarnya, aku kembali duduk di pinggir ranjang dengan posisi wajahku berhadapan dengan vagina Lia. Tanganku kemudian menarik pinggulnya lebih mendekat ke arah wajahku, dan bibirku langsung mengecup gundukan vagina Lia dengan lembut yang membuatnya menggeliat merasakan sensasinya.

Tidak puas dengan itu, makin kuturunkan tubuhku ke bawah dengan posisi berlutut. Tanganku kemudian merenggangkan kakinya, hingga vagina Lia terbuka bebas menggantung di depan wajahku. Tidak lama kemudian kubenamkan wajahku ke selangkangan Lia yang kemudian diikuti oleh usapan lidah Ferry di seputar pipi pantatnya. Lia semakin hebat menggelinjang, apalagi sewaktu aku sudah mulai menjilat dan mengisap klitorisnya dari bawah yang membuat vaginanya semakin basah.

Lia sudah tidak tahan dan mencoba meronta, tapi kami malah semakin menggila. Tubuh Lia kami dorong ke ranjang, dan kusuruh menungging di pinggir ranjang dengan posisi kakinya menggantung. Doni naik ke ranjang dan berlutut di depannya dengan penisnya yang mengarah ke wajah Lia. Tangan Doni kemudian memegang rambut Lia dan menengadahkan kepalnya.
"Buka mulutmu..!" perintah Doni yang segera diikuti, karena memang Lia sudah horny sekali, dan ingin melakukan apa saja.

Begitu mulutnya terbuka, masuklah batang penis Doni yang tegang itu sedikit demi sedikit. Lia mulai merasakan nikmatnya mengemut penis Doni dengan memaju-mundurkan kepala sesuai gerakan tangan Doni di rambutnya.
"Ayo isep dan jilat sepuasmu..!" perintah Doni lagi yang segera diikuti Lia dengan menjilati sepanjang batang penisnya yang divariasi dengan mengemut kepala penisnya.

Sambil terus menghisap, Lia merasakan ada sesuatu di bawah selangkangannya. Ternyata kepala Ferry sudah menengadah di antara kedua paha Lia dengan posisi badannya berada di bawah ranjang. Bibir dan lidah Ferry mulai beraksi dengan buasnya di vagina Lia. Yang membuat Lia semakin histeris adalah ketika aku menyambut goyangan-goyangan pantatnya yang mencuat ke atas dengan menyapukan lidahku ke belahan pantat Lia dengan sesekali menusukkan ujung lidahku ke lubang pantatnya.

Tanganku pun tidak mau tinggal diam, maju ke depan meremas-remas buah dadanya yang menggantung. Lengkaplah sudah bagian-bagian sentra kenikmatannya diserang habis-habisan. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan indah ini. Kutarik kepalaku dari pantatnya, dan kugantikan dengan menusukkan penisku ke vaginanya dari belakang. Dan untuk mempermudah genjotanku, ferry memindahkan kepalanya dari selangkangan Lia ke bawah buah dadanya yang menggantung, dan mulai menggeluti puting Lia dengan mulutnya.

Bersamaan dengan semakin cepatnya gerakan maju-mundur penis Doni di mulut Lia, kupercepat juga sodokan penisku ke lubang vaginanya sambil mencengkeram keras pinggulnya. Sampailah pada erangan keras Lia diikuti dengan mengejangnya tubuhnya tanda mencapai puncak. Terasa hangatnya cairan di lubang vagina Lia yang diikuti dengan kencangnya otot-otot di situ yang menjepit penisku.

Tanpa istirahat, Doni yang lalu mencabut penisnya dari mulut Lia, membaringkan dirinya dan menarik tubuh mulus Lia ke atasnya, hingga posisinya jadi berjongkok dengan vaginanya yang tepat berada di atas penis Doni yang masih tegak berdiri. Sesaat kemudian, terbenamlah penis Doni bersamaan dengan diturunkannya tubuh Lia. Erangan Lia terdengar cukup keras merasakan nikmat, dan semakin memacunya untuk mempercepat pompaan pada penis Doni.

Sementara itu, Ferry yang menunggu giliran mengambil inisiatif dengan berdiri di samping Lia, dan memasukkan penisnya ke mulut Lia dengan memutar sedikit kepalanya. Vagina dan mulut Lia kembali bekerja keras memompa, sementara aku juga tidak tinggal diam dengan menarik kedua tangan Lia ke belakang, lalu menjilat-jilat puting di buah dada kirinya yang terguncang-guncang seirama naik-turunnya tubuhnya.

Rupanya Doni mencapai puncaknya lebih cepat. Ia menekan tubuhnya ke atas yang diimbangi Lia dengan menahan ke bawah. Ferry yang sudah tidak tahan penisnya dilumat, langsung mengambil inisiatif dengan mendorong tubuh Lia ke samping hingga merebah di ranjang. Kedua tangan Lia direntangkan ke atas, hingga berpegangan pada ujung tiang ranjang, lalu kedua kakinya direntangkan, dan Ferry ambil posisi di antara kedua paha Lia. Vagina Lia yang terbuka langsung dihujam oleh penis Ferry yang masih basah bekas lidah Lia. Ferry mulai menyodokkan penisnya dengan lembut yang membuat Lia mengerang dan berusaha mengimbangi dengan memutar-mutar pinggulnya.

Sementara itu, Doni yang berada di samping Ferry membantu merangsang Lia dengan menciumi, menjilat, dan mengulum jari-jari kaki Lia yang mulus itu. Bibir sensual Lia yang terus mengerang itu membuatku tidak tahan melihatnya. Aku bergerak maju dan kukangkangi wajahnya, hingga penisku yang masih tegang berada tepat di depan mulutnya. Kuangkat sedikit kepalanya dan kudorong masuk penisku. Lia pun menyambut dengan ganas perlakuanku ini. Dihisap dan dikulumnya penisku dengan bibir dan lidahnya.

Genjotan penis Ferry semakin cepat di bawah yang membuat Lia menggelinjang hebat.
"Mmmh.. mmph.. mmph..," teriak Lia tertahan penisku di mulutnya bersamaan dengan melengkungnya tubuh Lia ke atas.
Lia telah mencapai puncaknya bersamaan dengan Ferry.
"Tunggu, aku juga mau keluar..!" kataku lagi sambil melepas penisku dari mulutnya dan mengocok penisku di depan bibirnya yang sengaja dibukanya lebar.
"Aaagghh..!" erangku yang bersamaan dengan semprotan maniku ke wajah dan mulut Lia.

Tak hanya itu, waktu semprotanku berhenti, langsung dikulumnya penisku lagi dalam-dalam yang membuatku terasa ngilu tapi nikmat sekali. Akhirnya kami berempat merebah jadi satu di ranjang dengan perasaan puas yang mendalam. Yang jelas kami semua merasakan 'asyiknya rame-rame', mirip dengan slogan iklan rokok di TV.

TAMAT
07.14 | 0 komentar

Asyiknya Jadi Instruktur

Kejadian ini aku alami saat aku masih bekerja part-time di salah satu lembaga pendidikan komputer di Jakarta. Waktu itu salah seorang temanku ada yang menawarkan lowongan di tempat tersebut sebagai instruktur komputer part-time. Aku pikir boleh juga, toh mata kuliahku juga tinggal sedikit sehingga dalam seminggu paling cuma dua hari kuliah. Sisanya ya nongkrong di tempat kost atau jalan sama temen-temen.

Kira-kira di bulan ketiga aku menjadi instruktur, aku mendapat murid yang mengambil kelas privat untuk Microsoft Office for Beginner. Sebetulnya aku paling malas mengajar beginner di kelas privat. Toh kalo cuma pengenalan ngapain mesti privat. Kalo advanced sih ketauan. Hampir saja aku tolak kalau waktu itu aku tidak melihat calon muridku tersebut.

Namanya Felice, siswi kelas tiga SMU di salah satu sekolah swasta yang cukup borju di Jakarta. Secara tak sengaja aku melihatnya mendaftar diantar maminya, saat aku mau mengambil beberapa CD di ruang administrasi. Tubuh Felice terbilang tinggi untuk gadis seusianya, mungkin sekitar 168 cm (aku mengetahuinya karena saat dia berdiri tingginya kira-kira sedaguku, sementara tinggiku 182 cm) dengan berat mungkin 45-an kg. Kulitnya putih bersih, wajahnya oval dengan kedua mata yang cukup tajam, hidung yang mancung dan bibir yang mungil. Rambut coklatnya yang dihighlight kuning keemasan tergerai sebatas tali bra.

Felice cukup cepat menangkap materi yang kuberikan. Materi beginner yang sedianya diselesaikan 24 session, dituntaskan Felice hanya dengan 19 session. Apa boleh buat, sisa waktu yang ada hanya bisa kugunakan untuk memberinya latihan-latihan, karena kebijakan dari lembaga pendidikan tidak memperbolehkan murid mengakhiri term meskipun materi telah selesai. Aku juga tidak diperbolehkan memberi materi yang lebih dari kurikulum yang diambil si murid. Ya sudah, aku hanya menjaga integritas saja.

Di sisa session, sambil latihan aku banyak mengobrol dengan Felice. Gadis manis itu sangat terbuka sekali denganku. Felice cerita mulai dari keinginannya kursus untuk persiapan kuliah di bidang kesekretarisan nanti, tentang pacarnya, keluarganya yang jarang memberinya perhatian karena kedua orang tuanya sangat sibuk, sampai urusan.. ehm seks. Aku cukup terkejut saat mengetahui bahwa Felice sudah mulai berhubungan seks semenjak kelas tiga SMP dengan pacarnya yang berusia 7 tahun lebih tua darinya. Semenjak itu Felice merasa ketagihan dan selalu mencari cara untuk memuaskan nafsunya. Dia pernah pacaran dengan 4 cowo sekaligus hanya untuk mendapatkan kepuasan seksnya.

Kami saling bertukar cerita. Dan Felice juga terkejut ketika mengetahui bahwa hubungan badanku yang pertama malah dengan ibu kost. Kami pun banyak bertukar pengalaman. Sampai akhirnya Felice telah menyelesaikan term kursusnya, kami tetap kontak lewat telephone.

Suatu ketika Felice memintaku untuk mengajar di rumahnya. Rupanya setelah mahir menggunakan Microsoft Office, banyak teman-teman sekolahnya yang tertarik ingin belajar juga. Felice pun menawarkan mereka untuk 'main belakang'. Karena biaya kursus di lembaga tempatku mengajar cukup mahal, Felice mengajak teman-temannya untuk membayarku mengajar di rumahnya dengan separuh harga. Sementara mereka minta kepada orang tua mereka harga kursus di lembaga.

Felice and the gank ada enam orang termasuk Felice sendiri. Dan aku baru tahu bahwa mereka korban kesibukan orang tuanya masing-masing. Yah, tipikal anak-anak metropolitan yang diberi kasih sayang hanya dengan uang. Angie, Vanya, Sisil, Lala dan Ike adalah teman-teman sekolah Felice. Seru juga ngajarin mereka. Kadang aku mesti meladeni candaan mereka, atau rela menjadi bahan ledekan (karena hanya aku yang cowo).

Hari itu baru jam 11 ketika Felice meneleponku. Dia memintaku untuk datang lebih cepat dari waktu belajar biasanya. Aku oke-oke saja karena waktunya memang cocok. Jam 2 aku sudah berada di rumah Felice.
"Tumben Fel, jam segini udah nyuruh gue dateng." tanyaku.
"Iya, lagi bete.." jawabnya dengan wajah agak kusut. Aku mengacak-acak rambutnya pelan, lalu mencubit hidungnya.
"Kenapa nih? Cerita dong.." Felice tersenyum sambil mencubit pinggangku. Tiba-tiba gadis itu menarik lenganku dan mengajak ke kamar tidurnya.
"Hei..hei.. apa-apaan nih.." seruku.
"Nggak apa-apa hihihi.." Felice terus menarikku hingga ke atas ranjangnya. Tanpa pikir panjang lagi aku segera merengkuh tubuh langsingnya yang terbungkus kaus ketat dan celana pendek. Aku lumat bibir mungilnya yang lembut.
"Mmmhh.. mm.." bibir kami saling melumat. Felice kelihatan asyik sekali menikmati bibirku. Kedua tangannya sampai meremas rambutku. Sementara kedua tanganku masuk dari bawah kaus untuk merengkuh payudaranya yang masih terbungkus bra. Ugh.. bulat sekali, bentuknya betul-betul sempurna. Aku meremas-remas payudara Felice. Gadis itu semakin bernafsu. Lidahnya semakin liar menjelajahi mulutku, dan remasan tangannya semakin erat.

Tanpa aku minta Felice melepas sendiri kaus yang 'mengganggunya' berikut dengan bra-nya. Hmm.. terlihat jelas sudah dua gundukan payudaranya yang bulat dan montok. Yang aku heran kenapa kedua puting susunya masih berwarna merah muda. Padahal Felice cerita bahwa dia sudah sering sekali berhubungan badan. Tanpa ampun aku langsung menyambar payudaranya dengan mulutku. Lidahku menari-nari lincah mengikuti lekukan payudaranya yang indah.

"Sshh.. Riioo.. aahh.." Felice mendesah keasyikkan. Kepalaku dipeluk erat ke dadanya. Upss.. hampir aku sesak nafas dibuatnya. Lidahku terus bermain di kedua payudaranya. Juga putingnya. Hhmm.. nikmat sekali, putingnya betul-betul kenyal. Aku menggigitinya pelan-pelan untuk memberikan sensasi di puting Felice.
"Aahh.. Yoo.." tubuh Felice menggelinjang menahan rasa nikmat. Kami saling berpelukan erat, dan tubuh kami bergulingan tak karuan di atas ranjang. Gairah Felice semakin memuncak. Dengan liar gadis itu mencopoti semua kancing bajuku dan menanggalkannya dari tubuhku.
"Uuhh.. awas ya, sekarang gantian.." katanya. Aku diam saja ketika Felice dengan penuh hasrat melepas celana panjang dan celana dalamku. Tubuhku sudah bugil tanpa busana.

Dengan penuh nafsu, Felice langsung menyambar batang penisku yang mulai mengeras, dan mengisapnya. Aku tersenyum melihat gayanya yang buas. Aku sedikit memiringkan tubuhku agar bisa mencapai celana pendeknya. Tanpa kesulitan aku melepas celana pendeknya dari tubuh Felice, sekaligus dengan celana dalamnya. Hmm.. paha gadis itu benar-benar putih dan mulus. Aku segera merangkul kedua pahanya untuk melumat kemaluan Felice yang tersembunyi di pangkal pahanya.

Kami 'terjebak' dalam posisi 69. Dengan liar lidahku menjelajahi permukaan vagina Felice. Jemari-jemariku membantu membeleknya. Aahh.. aroma khas itu langsung tercium. Aku langsung mengulum klitoris Felice yang seolah melambai padaku.
"Uughh.. aahh.. Yoo.. gila lo.. aahh.." Felice sampai menghentikan kulumannya di penisku untuk meresapi kenikmatan yang kuberikan di vaginanya. Aku tak mempedulikan desahan Felice yang keasyikan, lidahku semakin liar menjelajahi vaginanya. Klitoris Felice sampai basah mengkilat oleh air liurku.
Tak tahan oleh kenikmatan yang kuberikan lewat mulut, Felice segera bangkit dari posisinya dan memutar tubuhnya yang indah. Dalam sesaat saja tubuh putih mulus itu telah menindih tubuhku. Kedua tangannya bertumpu di ranjang mengapit leherku.
"Come on Yo.. give me the real one.. sshh.." desahnya penuh nafsu sambil mendekatkan vaginanya ke batang penisku. Aku membantunya dengan menuntun penisku untuk masuk ke dalam liang kenikmatan itu. Ssllpp.. bbleess..
"Sshh.. sshh.. oohh.. Yoo.." Felice merintih keasyikan seiring dengan tubuhnya yang naik turun. Sementara kedua tanganku asyik memainkan kedua puting susunya yang kenyal. Bibir mungil Felice yang terus mendesah kubungkam dengan bibirku. Lidahku bermain menjelajahi rongga mulutnya. Tubuh Felice mulai menggelinjang menahan kenikmatan yang kuberikan dari segala arah. Pantatnya semakin cepat naik-turun.

Dengan gemas aku memeluk tubuh indah itu, dan berguling ke arah yang berlawanan. Sekarang aku yang menguasai permainan. Felice merentangkan kedua belah kakinya yang putih mulus itu. Tanpa ampun aku kembali menghujamkan batang penisku yang sudah basah ke dalam vaginanya. Felice kembali merintih tak karuan. Sementara kedua tanganku bergerilnya menjelahai pahanya yang mulus. Dengan jemariku aku berikan sensasi di sekitar paha, pantat dan selangkangan Felice. Tubuh Felice semakin menggelinjang. Gadis itu tak kuasa lagi menahan nikmat yang dirasakannya. Dinding vaginanya mulai berdenyut.

"Rioo.. sshh.. aahh.." akhirnya Felice mencapai klimaksnya. Cairan kewanitaannya membanjiri penisku di dalam sana. Tubuhnya langsung tergolek pasrah. Aku tersenyum melihat ekspresinya. Tiba-tiba Felice merengkuh leherku dan mendekatkan ke wajahnya.
"Awas ya, bentar lagi tunggu pembalasan gue.." desahnya dengan nada menantang.
"Coba kalo bisa, gue mau liat.." jawabku balik menantang seraya mengecup bibirnya. Kemudian kami bersih-bersih bersama di kamar mandi. Aku dan Felice mengulangi lagi permainan tadi di kamar mandi, dan untuk kedua kalinya gadis manis itu mencapai klimaksnya.

Sekitar jam setengah empat sore sebenarnya waktu belajar akan dimulai, namun Felice memaksaku untuk melakukannya sekali lagi di ranjangnya. Gadis itu penasaran sekali karena aku belum mencapai klimaks. Semula aku menolak karena takut sebentar lagi yang lain datang. Namun Felice membungkam mulutku dengan puting susunya. Apa boleh buat, kami kembali melanjutkan permainan.

Benar saja, sepuluh menit sebelum jam empat tiba-tiba pintu kamar terbuka. Rupanya kami baru sadar kalau pintu depan dari tadi tidak dikunci. Sisil dan Ike yang baru saja datang langsung nyelonong ke kamar setelah tidak mendapatkan Felice di ruangan lain.

"Hei.. gila lo berdua..!!" Sisil menjerit heboh. Aku dan Felice yang sedang dalam posisi doggie style terkejut dengan kedatangan mereka. Aku menatap Felice dengan bingung, tapi gadis itu tenang-tenang saja.
"Aduh Fel, lo kok gak bilang-bilang sih kalo mo barbequean.. ajak-ajak dong.." cetus Ike tak kalah hebohnya. Felice menanggapi dengan tenang.
"Udah nggak usah ribut, lo join aja langsung sini.." tanpa dikomando dua kali kedua gadis itu langsung melepas pakaiannya dan bergabung dengan aku dan Felice di ranjang. Hmm.. aroma sabun dan shampoo yang masih segar segera tercium karena mereka berdua baru saja mandi.

Entah kenapa hari itu Angie, Vanya dan Lala kebetulan tidak datang. Angie sempat menelpon untuk memberitahu bahwa dia harus mengantar kakaknya ke dokter. Vanya ada acara weekend dengan keluarganya, sehingga harus berangkat sore itu juga. Sedangkan Lala tidak ada kabar.

Hari itu otomatis tidak ada session. Kami berempat bersenang-senang di kamar Felice sampai menjelang malam. Aku sempat tiga kali mencapai klimaks. Yang pertama saat dengan Felice, tapi aku harus membuang spermaku di mulutnya karena Felice tidak mau ambil resiko. Klimaks yang kedua ketika Ike dan Felice melumat batang penisku berdua. Aku betul-betul tak tahan saat mulut mereka mengapit batang penisku dari sisi kiri dan kanan. Dan yang terakhir aku tuntaskan di dalam vagina Sisil. Semula aku akan mencabut penisku untuk mengeluarkan spermaku di luar. Namun Sisil yang sudah kepalang nafsu malah mempererat pelukannya di tubuhku, hingga akhirnya spermaku menyembur di dalam. Dan pada saat yang bersamaan Sisil juga mencapai klimaksnya.

Setelah makan malam, Sisil dan Ike menelpon ke rumah masing-masing untuk memberitahu bahwa mereka menginap. Dan kami pun mengulangi kenikmatan-kenikmatan itu semalam suntuk. Di rumah Felice betul-betul bebas, sehingga permainan kami berempat betul-betul variatif. Kadang di ranjang, di ruang tamu, di sofa, di meja makan, di kamar mandi, di kolam renang. Yang paling gila waktu Ike mengajakku bermain di gazebo kecil yang dibangun di halaman belakang rumah Felice. Waktu itu sudah jam 1 pagi. Asyik sekali ditemani hawa dingin kami saling menghangatkan.

Malam itu aku betul-betul akrab dengan Sisil dan Ike. Tak seperti sebelumnya, meskipun akrab namun mereka masih menganggapku seperti guru mereka, jadi masih ada rasa segan. Dari obrolan kami, aku mengetahui bahwa sebetulnya mereka berenam sama-sama pecandu seks. Felice cerita bahwa mereka sering sekali ngerjain anak-anak kelas satu yang baru di sekolah mereka. Rumah Felice ini sering sekali dijadikan ajang pesta seks mereka. Aku sampai geleng-geleng mendengar kegilaan mereka.

Hari-hari berikutnya aku jadi akrab dengan mereka berenam. Di kesempatan lain aku berhasil menikmati tubuh keenam abg itu pada hari yang sama. Hubungan aku dan mereka sempat berlangsung lama, hingga akhirnya setelah mereka lulus sekolah dan mereka saling berpencar. Vanya, Sisil dan Lala melanjutkan studi mereka ke Aussie, sedangkan Ike memilih belajar di USA, Angie dan Felice sama-sama ke Singapore. Tapi kami masih kontak via chat dan email. Beberapa bulan lagi rencananya mereka akan sama-sama pulang ke Indonesia, dan kami sudah mempersiapkan rencana pesta yang luar biasa. Tunggu aja ceritanya..

TAMAT
07.13 | 0 komentar

Selasa, 24 September 2013

Arisan Nafsu Birahi Episode 7

Belum usai muncrat Pak Hermawan mencabut kontolnya. Kedutan-kedutan besar masih terus dengan menyemprotkan air maninya ke perutku, pahaku, jembutku, dadaku. Dia ingin aku kembali menjilati kontolnya agar bersih dari lengket sperma di batangnya. Namun aku telanjur kelelahan yang amat sangat.

Akhirnya aku benar-benar lunglai karena lelahku. Aku tak lagi berpikir macam-macam. Rasa kantuk yang hebat karena kelelahan melanda diriku. Dalam keadaan bugil aku terlena..

Entah berapa lama tertidur. Aku terbangun saat kurasakan lidah Pak Hermawan mengecupi perutku dan menjilati spermanya sendiri yang tercecer. Aku malas untuk membuka mata. Kubiarkan dia terus menjilat dan aku menikmati lata lidahnya pada perutku yang kemudian turun, turun, turun.. teruss turun..

Pak Hermawan membersihkan seluruh cairan kentalnya yang tercecer di 'jembut'ku. Lidahnya juga semakin menjalar menepi ke bibir vaginaku. Mungkin dia igin menyedot kembali semua yang dia tumpahkan tadi. Namun.. Tiba-tiba aku merasakan hal yang agak ganjil.

Bukankah Pak Hermawan tak berkumis dan jambang? Kenapa aku merasakan bibir yang merangseki vaginaku kini membawa penuh bulu atau kumis. Ah, akhirnya aku membuka mataku dan kulihat seseorang yang.. Acchh.. Ternyata dia adalah Mas Barus. Bagaimana dia ada disini? Dan telah berbugil pula? Dimana Pak Hermawan sekarang?

Berapa lama aku tertidur sehingga tidak menyadari apa yang telah terjadi? Rupanya saat aku terlena tadi Mas Barus datang dan Pak Hermawan berkesempatan untuk pergi. Mungkinkah semua ini memang telah dirancang Mas Purnawan dan kawan-kawannya termasuk sopir taksi itu. Rupa-rupanya aku dijadikan arisan syahwat mereka? Aku digilir untuk menyuguhkan kepuasan syahwat Mas Purnawan dan teman-temannya.

"Aahh.. Mas Barruuss.. kok.. kenapa.. aahh.. bbll.. mmeemmhh..." aku tak selesaikan bicaraku karena bibir Mas Barus yang memang penuh kumis dan janggut langsung melahap bibirku. Seperti ular kobra dia melumpuhkan aku dengan pagutannya

Saat tangan-tangannya yang juga disesaki dengan bulu-bulu tubuhnya meremas dan memilin-milin buah dada dan pentilku aku tak hendak bertanya lagi. Rangsangan yang kuterima akibat gesekkan tubuhnya yang penuh bulu pula birahiku langsung kembali melanda syahwatku.

Sesungguhnya aku tak begitu peduli. Yang penting hakku bisa kudapatkan. Setidaknya Rp. 4 juta aku harus bawa pulang hari ini. Aku tetap percaya pada sopir taksi dan Mas Purnawan bahwa mereka tidak akan mentelantarkan aku. Tangan Mas Barus turun menelusuri perutku dan terus turun. Jari-jarinya menyapu sambil meremas rambut kemaluanku. Aku mendesah.. Kenikmatan syahwatiku sungguh melemparkan aku ke langit birahi tanpa batas.

Ciuman Mas Barus membuat aku melayang dalam alun nikmat. Terus terang aku belum pernah merasakan ciuman bibir berkumis dan bercambang seperti Mas Barus ini. Sejak aku mengenal lelaki sebagai pacar hingga suamiku Mas Pardi tak satupun yang memelihara kumis dan cambang. Kini aku baru tahu betapa gelitik kumis dan cambang pada bibir dan wajahku sangat merangsang hasrat syahwatku. Aku terlena. Tak lagi kurasakan lelahnya melayani Pak Hermawan. Aku terus mendesah, terkadang merintih, merasakan nikmatnya dalam pelukan Mas Barus. Aku berharap Mas Barus lebih cepat mendaki puncak syahwatnya..

"Tatii.. Kamu sangat seksii banget siihh.. Sejak tadi aku sudah tergetar oleh kecantikanmu. Aku mau jadi budakmu Tatii.. Aku telah bersihkan kamu dari sisa cairan lengket Pak Hermawan. Sangat nikmat menjilati cairan lengket itu dari memekmu Tatii.. Nggak apa-apa khan??" Mas Barus meracau seakan minta dikasihani, disayangi dan bermanja padaku.

Aku hanya mengangguk-angguk untuk menyenangkan kegundahan syahwatnya. Menjilati sperma lelaki lain yang meleleh dari memekku. Aku rasa pria ganteng ini punya kelainan seks. Akhirnya jari-jari tangannya menari di bibir vaginaku. Aku menggigit bibirku menahan kenikmatan yang melandaku. Kupeluk lebih erat punggung Mas Barus. Namun dia bergerak melepas.

Ciumannya turun melata menuruni lembah dadaku, bukit payu dara dan ketiakku. Dia melumati habis dengan meninggalkan cupang-cupang di leher, dada dan ketiakku. Aku menggelinjang hebat saat bibir berkumis itu menggesek-gesek dan menyedoti ketiakku. Adduhh.. Sungguh aku tak mampu menahan gelinjang syahwatku.

"Mass.. Bb.. Baruzz.. A.. Aampuunn.."

Dengan tangan-tangannya yang kekar dia membentangkan pahaku. Wajahnya terus merangsek ke bawah dan ciumannya mendarat di selangkanganku. Lidah dan bibirnya kembali melumati selangkanganku seperti saat aku tertidur tadi. Kudengar suara kecup bibirnya beruntun dan sangat histeris menyergapi pori-pori selangkangan dan pahaku. Kemudian kembali tangannya meraih pahaku dan mengangkatnya hingga terlipat menyentuh dadaku. Ini membuat posisi vagina dan pantatku tengadah.

Dengan mudahnya Mas Barus mengecup-kecup lubang vaginaku dan sesekali lidahnya menyapu anusku pula. Hal ini benar-benar menjadi sensasi seksualku. Siapapun belum pernah menjilati lubang duburku. Rambahan lidah Mas Barus yang mengila pada lubang ini membuat aku seperti cacing kepanansan. Meliuk-liuk dan merentak-rentakkan pinggulku menahan kegelian birahi yang amat sangat.

"Gilaa.. Mas Baruuzz.. Apa yang kamu lakukan padakuu.."

Akhirnya kakiku menendang tubuhnya dan menahan jilatannya.

"Adduuhh.. Ampuunn..."
"Maazz.. Tati nggak tahann.. Nikmat bangett seehh..." aku meracau kegelian sembari tanganku meremasi daging bahunya. Namun dia menekan kakiku lagi agar terlipat hingga menyentuh dadaku kembali seperti sebelumnya. Dan Mas Barus dengan penuh asyiknya kembali mengecupi bibir vaginaku dan menjilat-jilat anusku.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan seseorang masuk. Kulihat Mas Purnawan telah berbugil dengan kemaluannya yang ngaceng mengkilat tegak seperti tonggak yang nancep di selangkangannya. Eeddaann.. Adakah mereka mau beramai-ramai menyantap aku??

Tanpa banyak omong Mas Purnawan mendekat ke ranjang dan menyorongkan kontolnya ke wajahku,

"Isep.. Isepp Tattii.."

Dia sorongkan kepala kemaluannya yang sangat berkilatan hingga menyentuh bibirku. Aku yang saat itu dilanda rangsangan birahi karena jilatan Mas Barus pada anusku memang memerlukan kompensasi sebagai penawar kehausan birahiku. Tanpa disuruh lagi aku langsung menganga dan menerima kontol Mas Purnawan. Aku mengulum dan mengisepinya seperti bayi yang diseseli dot ke mulutnya. Pinggul dan pantat Mas Purnawan langsung bergoyang maju mundur mendorong kemaluannya ngentot mulutku.

Kemudian yang kulihat adalah reaksi Mas Barus. Nampak matanya melotot menyaksikan mulutku yang penuh. Adeganku bersama Mas Purnawan membakar gairahnya. Tanpa ayal lagi dia langsung bangkit dan memasukkan kontolnya untuk menembusi memekku. Dia juga langsung mengenjot-enjot memompa vaginaku. Uuhh.. Benar-benar sensasional. Dua pria ganteng secara bersama ngentot dua lubangku. Benar-benar tak pernah kubayangkan sebelumnya bahwa ini berlangsung untukku. Aku sama sekali tak berpikir tentang Mas Pardi suamiku. Entah sedang apa dan dimana dia kini?

Yang kemudian aku kaget adalah kelakuan Mas Barus. Dengan tanpa mengendorkan genjotan kemaluannya pada memekku dia terus merangsek menindih tubuhku sambil berusaha menggapai bibirku yang sedang mengulum kontol Mas Purnawan. Nampak mulutnya juga ingin menelan kontol Mas Purnawan. Ah.. Memang dia sakit nih. Atau jangan-jangan kedua orang ini memang biasa bercinta sejenisnya. Karena yang kemudian kulihat adalah tangan Mas Pur yang cepat menjambak rambut Mas Barus dan menariknya agar bersama aku mencium atau menjilati kontolnya. Dan aku sendiri... ternyata langsung terbakar menyaksikan apa yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.

Memang aku sering mendengar adanya cinta sejenis sesama pria. Namun aku pikir itu mustahil kusaksikan. Dan kini aku menghadapi langsung kenyataan itu. Sambil mengerang ke-enakan Mas Barus merem melek menjilati batangan Mas Pur yang kepalanya keluar masuk mengentot mulutku.

Dan akhirnya aku kembali merasakan ejakulasi Mas Purnawan di mulutku. Air maninya muncrat berceceran di mulut dan wajahku. Aku hampir tersedak oleh derasnya cairan kental dan hangat itu saat nyemprot di gerbang tenggorokanku.

Dan Mas Barus sepertinya sedang pesta. Dia berusaha menangkap sebanyak mungkin sperma yang muncrat ke mulut dan wajahku. Dia jilati ceceran di pipi, dagu dan dekat mataku. Kemudian dia memagut mulutku. Dia sedoti air mani Mas Purnawan yang masih di mulutku dengan ganasnya. Aahh.. Begini rupanya orang kegilaan cinta sejenis.

Hari ini aku benar-benar sangat lelah dan kehabisan tenaga. Aku lunglai namun ingat bahwa kini waktunya untuk mengakhiri segalanya. Aku berusaha untuk bangun dari ranjang. Kusaksikan Mas Barus masih menjilati kemaluan Mas Purnawan.

Aku mandi air hangat di bath-up yang mewah Grand Hayyat ini hingga badanku terasa kembali segar. Kulihat waktu sudak menunjukkan jam 10 malam. Aku berbenah dan mengenakan pakaianku kembali. Mas Pur bilang agar aku membawa pakaian yang diberikannya. Woo.. Pasti aku kegirangan. Kulihat sepintas tadi merknya yang Giorgino Armani. Semua orang tahu merk itu bernilai jutaan rupiah.

Sambil menyodorkan amplop yang tebal berisi uang, Mas Purnawan menyampaikan kepuasannya akan keberadaanku bersamanya. Dia berharap bisa ketemu lagi dalam waktu dekat. Beberapa temannya ingin pesta bersama dan aku dimintanya menjadi 'host' yang bisa menemani mereka. Dia juga sedikit ceritakan bahwa Pak Hermawan tadi adalah pejabat tinggi yang sering memberikan bisnis padanya. Dia menceritakan bahwa sangat puas dengan pelayananku.

Saat di atas taksi pulang kubuka isi amplop itu. Kudapatkan Rp. 5 juta dalam ratusan ribu rupiah. Kudekapkan ke dadaku. Aku belum pernah memegang uang sebesar itu 'cash' seketika. Mungkin benar racau Pak Hermawan tadi, bahwa aku hanyalah 'pelacur jalanan'. Aacchh..

TAMAT
09.59 | 0 komentar

Arisan Nafsu Birahi Episode 6

"Ampuunn.. Tatii... amppuunn.. bibir kamu enak bangeett... belum pernah aa.. kk.. akuu dapat bibir macam inii..." sambil menggelinjang-gelinjang Pak Hermawan menahan derita birahi syahwatnya.

Dia remasi tepian jok sofa Grand Hayyat yang mewah itu. Terkadang pinggulnya menyentak menahan serangan geli syahwat yang tak terhingga. Dia juga mengayun-ayunkan pantatnya maju mundur mendorong kemaluannya mengentot mulutku. Aku semakin melayang dalam badai birahi yang melanda diriku. Seluruh tubuhku serasa dijangkiti peka nafsuku yang berkobar. Senggolan-senggolan kecil pada setiap organ tubuhku dengan bagian tubuh Pak Hermawan sepertinya merangsang dan memberikan kenikmatan tak terhingga.

Saraf-saraf peka pada ujung lidahku memberikan kenikmatan jilatan pada semua bagian yang bisa kugapai dengan lidahku ini. Aku menyertai seruputan bibir setiap lidah melata pada centi demi senti dari bijih pelir hingga sepanjang batang kontol Pak Hermawan.

Genjotan maju mundur pantat Pak Hermawan semakin keras dan cepat. Pasti dia sedang mengayuh deras mengejar kepuasan puncak syahwatnya. Kontolnya semakin membengkak dan mengeras. Aku yakin spermanya tengah menjalari urat-uratnya untuk meletup muncrat.

Mulutnya kembali meracau,

"Lontekuu.. pelacur murahann.. anjing penjilat jalanan.. ayyoo.. puas-puasi yyaa.. biar kamu puasi menjilati kontol yaa.. kontolku enak khann..? Kontolku gede dan nikmatt yaa..?! Ayyoo.. Tattii cabokuu.. anjingku.. lonte jalanankuu.. jilati teruzz..".

Aku sudah dalam keadaan 'trance' nikmat. Mataku tengah membeliak meninggalkan putihnya. Aku melayang dalam topan badai birahiku. Segala umpatan, hinaan dan racau Pak Hermawan sepertinya menjadi bumbu masak penyedap yang membuat kenikmatan selingkuh dan ingkar janji pada suami ini semakin demikian nikmat rasanya.

"Aarrcchh.. Tattii, Tatii... Tatii.. Tattii..."

Direnggutnya kepalaku, ditariknya rambutku. Rasa pedih pada kulit kepalaku menyertai muncratnya air mani Pak Hermawan yang panas tumpah ke rongga mulutku. Tak pernah ingin aku menerima tumpahan air mani Mas Pardi suamiku, kini justru dari Pak Hermawan mengalir deras memenuhi mulutku.

Begitu usai menyemprotkan cadangan spermanya Pak Hermawan langsung rubuh lelah kemudian merosot dari sofa ke lantai. Terdengar nafasnya yang ngos-ngosan sambil berbisik,

"Maafin saya Tati.. Omongan tadi sangat kasar yaa..".

Aku malahan tersenyum sambil tanganku meraih dagunya dan mengelusinya,

"Nggak apa-apa, Pak. Aku mengerti kok..."

Tanganku meraba turun dan menangkap kontolnya yang nampak masih lunglai. Jari-jariku memilin pelan. Mengusap-usap sperma kental yang masih melumurinya. Terus terang aku sangat berharap kontol gede dan panjang itu kembali tegang dan mengaduk-aduk vaginaku. Aku sudah nggak sabar menantikan gesekan-gesekan pada dinding-dinding vaginaku. Pak Hermawan tahu.

Akhirnya dia berdiri dan mengajak aku ke ranjang. Kami langsung rebah dalam pagutan. Dan kurasakan pelan tetapi pasti kemaluannya mulai kembali menegang.

Aku lumat habis bibir dan lidahnya. Kusedoti ludahnya sambil tanganku meremasi punggung kemudian pentil dadanya yang berbulu itu. Hasilnya langsung kurasakan, kontol Pak Hermawan semakin menegang dan keras kembali. Kini kutuntun tubuhnya untuk naik dan menindih tubuhku. Aku eratkan pagutanku agar semangat syahwatnya kembali seutuhnya. Dan OK!

Sesudah beberapa saat kebuasan Pak Hermawan mulai kurasakan kembali. Kata-kata kasarnya mulai terdengar,

"Ayo anjing. Kamu nungging.. Aku jilati pantatmu yaa..." sambil mendorong tubuhku agar tengkurap kemudian mengangkat pantatku hingga aku nungging. Aku rasakan lidahnya menjalari bukit bokongku. Dia menjilat-jilat hingga mendekat ke lubang analku. Geli rasanya sangat tak tertahankan. Aku mendesis kenikmatan. Sekali lagi ini benar-benar tak pernah kubayangkan bahwa lelaki yang sangat kalem dan berwibawa itu kini berada dipantatku. Lidahnya sedang mejilati lubang taiku. Antara tersanjung dan terbakar birahiku aku mendesis hebat,

"Oochh.. Paakk.. Enak bangett.. Terus Paakk.."

Aku kelojotan namun tak bisa bergerak banyak karena dekapan Pak Hermawan pada kedua pahaku demikian ketatnya. Sesudah puas menjilati lubang pantatku tiba-tiba Pak Hermawan menarik balik wajahku. Dia kini telentang dengan mengangkat kakinya melipat ke dadanya sehingga posisi pantatnya terbuka.

"Ayoo gantian jilat anjing... jilat pantatku pelacurr.. jilatt..."

Sambil tangannya dengan kasar meraih rambutku dan menariknya hingga mukaku terbenam ke belahan pantatnya. Aku hampir muntah saat mengendus aroma pantatnya, namun tak bisa aku mengelakinya. Pantat itu benar-benar menelan wajahku dan memaksa aku untuk menciumnya. Sungguh tak terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan menerima perlakuan nafsu syahwat macam ini. Aku berontak mati-matian menolaknya.

Namun aku kalah kuat. Bahkan untuk meringkus aku dia lantas bangkit dan membanting aku agar telentang di ranjang. Dia tekan tubuh dan tanganku untuk kemudian dia bergerak dan duduk di wajahku. Tepat lubang duburnya berada pada bibirku.

"Ayoo anjing kamu.. jilaatt.. ciumi pantatku.. jilat lubang anusnya yaa..." sambil menarik-narik rambutku hingga pedih rasanya. Kembali aku dijadikan budak nafsunya. Aku tak mampu berontak. Dia terus menekan aku walaupun aku hampir pingsan karena rasa mual yang menimpaku.

Namun ternyata itu hanyalah proses.

'Kebudakan'ku bangkit untuk menikmati dominasi tuannya. Aku bisa mengatasi rasa mualku. Bahkan akhirnyapun aku merasakan kenikmatannya. Lidahku merasakan betapa alus bibir anal ini. Kerumunan rambut analnya yang lebat kusedot dan kuisep-isep. Dan saat aku mendesakinya untuk masuk lebih dalam lagi kurasakan sepat-sepat yang sangat nikmat di lidahku. Akhirnya pula dengan penuh rakus aku melumat-lumat lubang anus Pak Hermawan.

"Aa.. dduuhh.. enak Tattii.. Lidahmu enak banget menjilati lubang taiku.. Tattii teruss ya sayaanngg.. Jilat lagi bulu-bulunya yaa.. Ciumi yaa..." rintih dan racau mulut Pak Hermawan terus berkepanjangan.

Hingga akhirnya kembali dia ingin menumpahkan syahwatnya padaku. Dia renggut kepalaku dan menggeser dan mendorong aku hingga aku telentang. Tubuhnya menindih tubuhku. Tangannya menyeruak dan melebarkan selangkanganku. Kemaluannya dengan pasti diarahkan ke liang vaginaku. Pak Hermawan sangat bernafsu untuk ngentot memekku.

Hanya dengan desakan-desakkan kecil akhirnya kemaluannya menembusi kemaluanku. Lingkaran batangnya sangat menyesaki rongga vaginaku. Aku merinding merasakan nikmat yang tak terhingga. Kenikmatan yang tak mungkin aku dapatkan dari Mas Pardi suamiku.

Pak Hermawan mulai menggenjot dan memompa. Mulutnya melumati buah dadaku dan menggigir pentil-pentilnya. Aku terlontar dalan kenikmatan ke awang-awang. Rasanya seperti terbang ke angkasa tanpa batas. Aku juga mulai menggoyang pantatku mengimbangi dan mengatasi rasa gatal birahi pada dinding-dinding vaginaku. Aku rasakan kini bahwa Pak Hermawan ingin memuaskan kehausan libidoku. Lumatannya menggeser ke ketiakku. Aku memang sangat tak mampu menahan rangsangan dari ciuman dan isepan pada ketiakku. Aku langsung kelimpungan saat kurasakan betapa sedotan disertai gigitan kecil merambahi ketiakku. Badai birahiku langsung menggolak aku kembali 'trance'.

Tak kurasakan lagi betapa lelahnya mengimbangi pompaan Pak Hermawan. Isepan dan sedotan pada ketiak membuat orgasmeku mendekat dengan cepat. Kurasakan vaginaku mengalirkan dengan deras cairan birahiku. Aku mengeos menderita oleh kocokkan kemaluan Pak Hermawan. Kini aku yang ganti merengguk kepalanya. Kuremas rambutnya hinga pedih. Dan sepertinya serigala yang kebingungan untuk melepaskan raunganya tanganku berpindah meremas punggungnya. Dan saat-saat orgasme itu merambati saraf-sarafku tanpa ragu aku menghujamkan kukuku ke punggung Pak Hermawan. Aku tak mampu bertahan lagi. Dengan teriakan histeris aku melengking,

"Aacchh.. aadd.. duuhh enak bangett.. Pakk.. Enak banget kontol Bapaakk.. Teruss Paakk..." sambil pinggul dan pantatku bergoyang histeris tak keruan. Aku mengangkat-angkat pantatku tinggi-tinggi menjemputi kemaluan Pak Hermawan agar menusukku lebih dalam lagi ke rahim vaginaku. Dan...

"Ammppuunn.. Pak Heerr.. Aamppunn..." tanganku menghunjam keras menusukkan kukuku ke daging punggung Pak Herman menyertai pelepasan orgasmeku. Kuhentak-hentakkan kepala dan rambutku awut-awutan. Keringatku mengucur deras di ruang AC dingin ini. Aku merasakan kenikmatan tak terhingga saat kurasakan nikmat itu menjalar menelusuri saraf-saraf birahi di seputar selangkanganku.

"Ammppuunn.. Pak Hermawann.."

Rupanya Pak Hermawan belum juga mendapatkan kepuasan puncaknya. Dia kencengin pompaannya sambil meracau entah apa. Yang kurasakan kini betapa pedih sesudah orgasme masih mendapatkan tusukkan-tusukkan kemaluan sesak punya Pak Her ini. Aku begitu lelah. Aku tak mampu lagi menggoyang untuk membantu Pak Hermawan. Namun ternyata itu tak menghalangai ejakulasinya. Bagai singa lapar dia berteriak menyertai muncratnya air maninya di liang vaginaku. Kurasakan cairan panas tumpah menyembur rongga kemaluanku.

Bersambung... Arisan Nafsu Birahi Episode 7
09.55 | 0 komentar

Arisan Nafsu Birahi Episode 5

Tak lama kemudian Mas Barus dan Pak Hermawan, demikian aku diperkenalkan oleh Mas Pur, hadir ke kamar. Bersama mereka kami menikmati jamuan makan malam yang sangat lengkap dan mewah ini. Mas Pur bilang teman-temannya ini adalah orang-orang yang telah berjasa bagi perusahaannya. Merupakan kewajiban bagi Mas Pur untuk memberikan kesenangan bagi mereka berdua. Dia juga minta agar aku ikut membantunya. Aku tak begitu paham apa yang dia maksud. Namun secara sopan santun aku mengangguk saja dengan apa yang Mas Pur bicarakan itu.

Mas Barus orangnya sangat supel dan penuh humor. Mukanya nampak jantan dengan kumis dan jambangnya yang tipis. Kalau melihat garis wajahnya kelihatannya dia masih punya darah orang Arabnya. Tubuhnya sangat terawat. Dia bilang senang main tenis. Nampak biseps-nya begitu menonjol dari lengannya. Ketampanan Mas Barus tak kalah dari Mas Pur. Kalau tersenyum nampak pipinya ada cekung yang membuatnya nampak 'handsome' banget-banget. Aku membayangkan seandainya dia telanjang. Adakah kemaluannya juga segede punya Mas Pur? Acchh.. Kenapa otakku jadi liar begini..

Pak Hermawan nampaknya menjadi senior di ruangan makan ini. Nampak kalem, tenang namun sangat berwibawa. Saat dia bicara semua orang dengan cermat mendengarinya. Dan yang menarik adalah berkali-kali dia mencuri pandang padaku. Pada dadaku, pada rambutku, pada bibirku. Macam anjing hyena pemakan sisa, nampaknya Pak Hermawan ingin melahap aku pula.

Tiba-tiba telepon genggam Mas Barus berdering. Sejenak dia bicara dan kemudian telepon diserahkan Mas Pur. Nampak pembicaraan cukup serius. Pada akhir telepon dia memandang aku.

"Jeng Tati, saya dan Mas Barus mesti turun ke lobby. Ada tamu dari Surabaya yang memang telah janji sebelumnya. Tak lama. Paling sekitar 1 jam. Tolong temenin Pak Hermawan. Kalau mau pesan minuman panggil saja room service. Maaf Pak Hermawan, saya tinggal dulu. Bapak santai saja. Kalau lelah bapak bisa istirahat di kamar saya"

Maka Mas Pur dan Mas Baruspun meninggalkan aku bersama Pak Hermawan di kamarnya.

Aku merasa aneh. Namun aku ingat pesan Mas Pur tadi agar aku membantu dia ikut menyenangkan para tamunya. Bagaimana kalau Pak Hermawan minta aku untuk melayani kelelakiannya? Bukankah dia juga lelaki yang normal? Apakah memang itu yang dimaksud Mas Pur? Ahh.. Aku percayakan saja padanya. Pasti dia telah perhitungkan semua ini. Bagiku yang penting malam ini harus pulang dengan beberapa juta rupiah Sesuai omongan sopir taksi itu.

Ternyata benar dugaanku. Bak macan lapar, begitu Mas Purnawan meninggalkan ruangan Pak Hermawan langsung menerkam aku dan menyeret aku ke sofa yang ada di ruangan itu. Ditariknya aku untuk jatuh kepangkuannya. Tangan kirinya menyingkap gaunku untuk mengoboki kemaluanku, sementara bibirnya langsung nyosor melumat gigit payudaraku. Aku hampir terjatuh kehilangan keseimbangan. Namun apa yang dilakukan Pak Hermawan justru membuat hasrat seksualku langsung berkobar. Jari-jari tangannya yang bermain di bibir kemaluanku memberiku kenikmatan yang tak terhingga.

Aku merasakan betapa keranjingan Pak Hermawan pada tubuhku. Dia begitu kasar dan rakus untuk melumat-lumat bagian-bagian sensualku. Merupakan kenikmatan untuk menyerahkan tubuhku padanya. Bagai rusa kecil yang telah gemetar luluh menghadapi kerakusan pemangsanya, aku tak kuasa untuk menghindar. Yang aku upayakan kemudian adalah menyongsongnya sebagai korban yang tak terhindari. Demikianlah posisiku kini. Dan aku menyerah untuk menikmati sebagai korban keganasan Pak Hermawan. Aku melakukan penyesuaian dengan naluri seksualku sendiri.

"Kamu pelacur, khan? Hehh.. Kamu placur khan?? Tadi sudah berapa kali kamu dientot si Purnawan? Aku hanya dikasih sisanya yahh??"

Sungguh bagai disambar petir aku mendengar ocehan Pak Hermawan ini. Sangat menghina padaku dan merendahkan martabatku. Aku yakin itu disebabkan berkobarnya nafsu birahinya padaku. Kemudian dia hela tubuhku, dia renggut kepalaku ditariknya agar menunduk ke arah selangkangannya.

"Ayoo, sekarang kamu isep kontolku," sambil menyentak rambutku hingga kulit kepalaku seakan mau copot, terasa pedih.
"Ayyoo... kamu lepasi celanaku. Ayoo, isep kontolku," tarikannya makin mengeras dan aku semakin merasa tertekan dan khawatir kalau Pak Hermawan berlaku lebih kasar lagi.

Aku langsung kalah. Dengan sebelumnya aku harus melepasi sepatu dan kaos kakinya kini tanganku mulai melepasi ikat pinggang, kancing celana panjangnya dan menariknya hingga lepas ke lantai. Dan Pak Hermawan melepasi sendiri celana pendeknya hingga tinggal CD-nya yang Calvin Klein putih bersih itu. Nampak kontolnya membayang diagonal, menggunung dengan stir kanan. Melihat gundukkan di selangkangannya aku yakin kontol Pak Hermawan termasuk skala 'monster'juga.

"Cepat, pelacurku. Sini kamu jilati dulu kakiku. Ayoocchh..."

Kembali kekasarannya ditunjukkan padaku. Nafsu birahinya yang sangat besar membuatnya menjadi serba kasar dan tak sabar. Tahu-tahu telapak kakinya yang bau sepatu sudah melekat ke wajahku.

Dan.. Entah kenapa.. Aku justru sangat terangsang mendengar hinaan dan caciannya. Perlakuan kasarnya padaku hingga merendahkan martabatku ini malahan membuat aku tersihir dalam khayal syahwat seorang budak atau pelacur sesuai umpatannya. Kini dengan gelegak dan kobar birahi aku meraih kakinya. Aku mulai menjilat.

Kuciumi telapak kakinya dan kukulum jari-jarinya. Rasanya ingin muntah saat aroma sepatunya langsung menyengat hidungku. Namun gejolak dan khayal budak syahwatku akhirnya lebih menundukkanku.

"Oouuchh.. Enaknya Tatii.. Enak.. Terus jilati telapak kakikuu.. Enak Tattii.. Kamu memang cabokuu.. Pelacurkuu..." Pak Hermawan terus meracau dan melontarkan hinaan yang kini sepenuhnya kunikmati. Sesudah puas dengan telapak dan jari-jari kakinya ciuman dan jilatanku bergeser.

Dengan penuh birahi lidahku melata ke betisnya yang penuh bulu, kemudian naik lagi ke lututnya. Bulu-bulu kakinya terasa lembut menari di lidahku. Aku mendengar desah histeris dari mulut Pak Hermawan. Desah-desahnya itu membuat aku semakin terbakar birahi. Lidahku langsung merangsek ke pahanya kanan dan kiri. Pak Hermawan tak mampu menahan kegelian syahwatnya. Dia mengguling-gulingkan tubuhnya, namun tanganku sudah memeluk erat untuk menggigiti dan menyedoti pori-pori pahanya.

Tak kupungkiri bahwa akhirnya seperti kuda binal kini justru akulah yang memimpin pergumulan syahwat ini. Pak Hermawan hanya pasrah menerima nikmat sambil sesekali tangannya menahan kepalaku karena kegeliannya dan dilain kali meremasi tepian sofa sambil mengerang dan mendesis-desis.

Dan saat rambahan lidahku melatai selangkangannya tak tertahankan lagi Pak Hermawan menjerit keras dengan cacian kasarnya...

"Aarcchh.. Dasar lonte... pelacur jalanan.. Anjing betina.. Jilat teruss.. Yaa.. Anjingkuu.. Lonteku..." sungguh kata-kata kasar yang semakin menyemangati gairah birahiku.

Lidahku menjilati tepian Calvin Klein-nya. Aroma selangkangan lelaki jantan menusuk hidungku. Dengan penuh keheranan pada diri sendiri aku mulai menggigit tepian CD-nya itu dan menarik untuk melepaskan dari tempatnya. Aku ingin menelanjangi Pak Hermawan dengan bibir dan gigiku. Tak perlu lepas seluruhnya.

Begitu aku menyaksikan kontolnya nge-per karena lepas dari ikatan CD-nya aku terpana. Ternyata kontol Pak Hermawan luar biasa gede dan panjangnya. Mungkin macam inilah yang disebut 'monster cock'. Batang itu keras kenyal dengan gagahnya tegak miring mengarah ke pusernya. Urat-uratnya nampak melingkar-lingkar menahan desakan darah nadinya di seputar batangan itu.

Kepalanya yang menampakkan belahan merekah menuju lubang kencingnya sangat mengkilat karena desakan darah nafsunya yang menyesaki batang kontol itu. Barangkali kalau diukur akan menemukan 20 cm panjang dengan garis tengah untuk genggaman sekitar 6 cm. Aku jadi ingat kemaluan Mas Pardi yang mungkin hanya seperempatnya.

Kini akan kuupayakan agar kontolnya benar-benar kehausan untuk dipuaskan. Aku ingin membuat Pak Hermawan lebih liar. Dengan sepenuh pesona aku menghampirkan lidah dan hidungku ke kemaluannya. Kutempelkan untuk menghirupi baunya. Dan lidahku menjilati asin keringat batangan itu. Kugelitik dengan lidah urat-urat yang melingkar-lingkar itu. Kucucup tepian 'topi baja'-nya. Kujilati lubang kencingnya. Pak Hermawan menggelinjang hebat dengan desis tertahan. Nafasnya memburu, racauannya semakin terbata-bata..'

"Aachh.. Enakk banget Tatii.. Kamu inter banget Tattii.. Kamu bener-bener lonte yaa??"

Tangannya langsung menjambak keras rambutku. Dia tekan wajahku agar aku cepat mengulum kontolnya itu. Hasrat libidoku langsung melonjak saat bibirku menyentuh tepian kepala kontol itu. Hidungku yang meyergap aromanya langsung merangsang birahiku. Aku ingin dia melolong puas oleh layanan syahwatku.

Saat akhirnya dia jejalkan kontolnya itu ke mulutku akupun pasrah dengan menerima dan melahapnya sebagaimana harapan Pak Hermawan. Aku mencoba mencari kenikmatannya. Aku berpikir apabila orang lain bisa melakukannya, kenapa aku mesti menolaknya. Aku percaya pasti kutemukan kenikmatan besar dari sedotan dan kulumanku pada kontol ini. Dan itu kudapatkan.

Bersambung... Arisan Nafsu Birahi Episode 6
09.53 | 0 komentar

Arisan Nafsu Birahi Episode 4

Kurasakan tanganku gemetar saat turun dibimbing tangan Mas Pur. Dan ketika akhirnya aku menyentuhnya, yang kurasakan awalnya adalah daging liat yang hangat dan berdenyut-denyut. Aku merabai dan tak ayal menggenggamnya. Ampunn.. Kurasakan seperti menjamah jagung manis di counter sayur Carrefour. Panjang dan.. duuhh.. gedenya begitu terasa dalam genggaman.. Tersentuh pula bulu-bulunya yang terasa lebih kasar dan kaku dari milik Mas Pardi.

Aku bergidik akan besar dan kenyalnya. Nafsu syahwatku menggelegak. Tak bisa kubayangkan nikmat yang bakal melandaku saat batang ini nanti menembusi memekku. Tanganku mencoba mengelus dan mengurutinya. Aku meremas-remas dengan penuh gemas.

Dengan sedikit beringsut hingga posisi Mas Pur mendekap aku dari arah belakang dengan tangan kekarnya Mas Pur merabai pahaku untuk kemudian meraih dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga hampir menyentuh dadaku. Bersamaan dengan bibirnya yang melepaskan jilatan dan pagutan pada leher dan bahuku pinggulnya bergerak menggoyang maju mundur menggesek-gesekkan kemaluannya hingga menyentuhi gerbang kemaluanku. Hebat. Dari arah belakangpun ternyata aku merasakan kenikmatan yang sungguh sensasional.

"Adduuhh.. dduuhh.. aamppuunn.. Mmaass Ppuurr..."

Kemaluannya terasa mendesaki bibir vaginaku. Dan rasa gatal birahi langsung menyergapku. Aku tahu kemaluanku saat ini telah sangat membasah. Alunan rayu, gesek, sentuh, lata dan kecup dengan disertai geram, perih, rintih dan kecupan telah demikan merangsang hasrat syahwatku. Akibatnya cairan birahiku tak mampu kubendung, Itulah yang kini menerima gesekkan dari kemaluan Mas Pur. Dan aku pasrah.

Kini pahaku yang telah terangkat untuk membuka gerbang kemaluanku. Akankah Mas Pur akan memasukkan kontolnya ke kemaluanku dengan tetap dalam posisi berdiri dan bersender pada daun pintu ini? Namun pertanyaan itu tak pernah terjawab. Gelitik nafsu birahi dan rangsangan syahwat yang dahsyat telah membuat segalanya jadi mungkin. Aku merasakan ujung kontol Mas Pur telah menggelitik dan mendesaki bibir vaginaku. Aku pikir ini luar biasa. Sungguh sangat merangsang keingintahuan birahiku. Dengan mendatangi dari arah belakang, kemaluan Mas Pur bisa menembusi lubang vaginaku. Artinya betapa panjang kemaluan itu.

Dan dengan beberapa kali mendesak dan menghentak, menggerakan maju mundur pantatnya untuk mendorong kemaluannya mendesaki kemaluanku, akhirnya bibir vaginaku merekah menerima kehadiran kontol ini.

"Add.. Aduuhh.. Amm.. Ppuunn.. Zzhh.. Maazz Phhurr.. Eenhaakk bhaangeett.. Teeruzz.."

Aku langsung melayang dalam mabok nikmat syahwatku. Secara refelks pantatku bergerak menggoyang menjemputi rasa gatal yang tak terkatakan. Dinding-dinding vaginaku rasanya menuntut garukan-garukan. Dan berharap batang kontol Mas Pur yang terasa mulai melesak ini menggaruki kegatalan syahwatku. Aku berteriak dan mendesis, sementara Mas Pur langsung memberikan serangan nikmat susulan. Bibirnya memagut leherku dan melumatinya. Aku hanya mendesis menahan nikmat sambil menggeliat ke arah belakang. Aku berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang.

Yang kemudian terjadi adalah ayunan pompaan yang mendera kemaluanku. Kontol Mas Pur terasa merambah semua sudut-sudut vaginaku dan merangsang saraf-saraf pekaku. Aku histeris. Dengan segala upaya dan cara menggenjot balik pompaan kontol Mas Pur. Rasanya seluruh lubang vaginaku telah mencengkeram ketat dan legit kontol gede ini. Daann..

"Amppunn.. Aku tak sanguupp Maazz.."

Dengan cengkeraman pada rambutnya yang langsung membuat bibirnya menerkam dan menyedoti bahu, lengan kemudian lembah ketiakku mendorong aku dengan kilat meroket menuju puncak syahwatku. Dengan kelojotan pinggulku aku kembali menjambaki sambil merasakan bagaimana tegang dan peka urat-urat saraf vaginaku dirambati datangnya orgasme. Yaacchh.. Aku mendapatkan orgasme yang sangat nikmat dari Mas Pur. Orgasme yang jarang kudapatkan saat aku berhubungan dengan Mas Pardi.

Aku tak mampu lagi berdiri. Kami berdua rubuh ke karpet kamar mewah Grand Hayyat ini. Ini adalah pengalaman orgasme terpanjang yang belum pernah aku alami. Rasanya seluruh sendi-sendi dan saraf-sarafku dilolosi dari akarnya. Aku terjatuh lunglai.

Namun ternyata Mas Pur masih penasaran dan terus memacu. Dia semakin ganas. Tanpa memperhatikan kelelahanku dalam posisi rubuh, cepat diraihnya tubuhku sehingga aku seperti bayi yang sedang merangkak. Dengan bertumpu pada kedua sikutku aku nungging menanti apa yang Mas Pur perbuat. Rambutku telah balau. Keringat tubuhku membuat mukaku setengah telungkup tertutup oleh rambutku yang terurai.

Aku merintih pelan saat kurasakan kembali kontol Mas Pur menggelitik dan mendesaki kemaluanku yang semakin becek. Kembali dari arah belakang macam anjing kawin, Mas Pur memasukkan kemaluannya dan menusukki vaginaku kembali. Kali ini tingkah Mas Pur liar dan buas banget. Dia raih rambutku dan dijadikannya tali kekang sambil memompakan kemaluan besar dan panjangnya.

"Ayyoo.. Jeng Tatii.. Puaskan akuu.. Ayoo.. Enak khan..? Kontolku gedee.. Yaa.. Enak khan kontolkuu..? Pasti lebih enak dari pada milik suamimu khaann..?? Ayyoo.. Jengg Tattii..." Mas Pur terus meracau saat menapaki puncak syahwatnya.

Aku tahu dia sedang keadaan trance penuh nikmat birahi. Pasti rasanya seperti melayang-layang tanpa batas. Aku harus membantu agar dia benar-benar tuntas mengalami ejakulasi. Aku harus membantunya agar sperma bisa sebanyak mungkin terkuras habis. Aku tahu bagaimana cara itu,

"Oocchh Maass Puurr.. Enaakk bangett.. Enak banget kontol Mas Purr.. Aku nggak tahan Maass.. Tatii mau kontol Mas Pur selamamnya.. Oocchh..".

Dan ternyata desah dan rintihku benar-benar telah mendongkrak puncak birahinya. Mas Pur mempercepat genjotannya. Aku mulai merasakan pedih perih.. Rasanya bisa jebol memekku ini.

Tusukkan-tusukkannya itu menyentuh dinding rahimku. Dan hal itu justru membangkitkan kembali gairah syahwatku. Aku dilanda kenikmatan nafsu birahi yang hebat kembali. Bahkan aku juga kembali ikut menjemputi kontol gede itu dengan segala nikmat syahwatku. Ruang vaginaku mencengkeram ketat legitnya batang kemaluan Mas Pur membuat aku lupa segalanya. Ketika pompaan semakin cepat yang menandai Mas Pur mendekati puncak syahwatnya aku merintih dalam nikmat tinggi.

"Mas Puurr.. Enhakk bangett.. Mas Purr.. Enhaakk bangett.. Mas Puurr..." sambil aku terus menggoyang pinggulku menjemputi pompaan kemaluannya yang semakin legit ini.
"Enak mannaa sama kontol suamimu.. Hheecchh?? Enak maannaa sama kontol suamimu heecchh?? Enaakk maannaa..??" merintih dan mendesah bersamaan terlontar dari bibirku.
"Enhhaak Mas Pur punyaa.. Enhhaak punyaa Mas Puurr..." kata-kata itu membuat Mas Pur langsung rebah mendekap tubuhku.

Kedua tangannya meremasi payudaraku sambil bibirnya menyedot keras punggungku. Dan kontolnya yang demikian keras berpacu dalam vaginaku kurasakan menembakkan cairan yang sangat panas. Dan akhirnya datang juga. Mas Pur menjambak keras rambutku dan menariknya seperti menghela kuda tunggangnya. Dengan teriakkan histerisnya kurasakan kedutan besar mengisi rongga memekku. Kedutan itu memancarkan cairan panas. Kemudian disusul kedutan-kedutan berikutnya. Berliter-liter air mani Mas Pur langsung memenuhi vaginaku. Mas Pur masih terus memacunya hingga keringatnya luluh membasahi tubuh-tubuh kami sebelumnya akhirnya rebah telentang ke lantai.

Beberapa saat sunyi. Yang terdengar adalah nafas-nafas panjang Mas Pur dan nafasku sendiri. Kini kusaksikan kemaluan Mas Pur. Sungguh luar biasa. Kemaluan itu kini lunglai jatuh ke perutnya. Namun lihat. Dalam keadaan lunglai panjangnya masih hampir menyentuh pusernya. Kulihat batangnya belepotan dengan cairan kental. Sperma Mas Pur masih menyelimuti kontol yang telah memberiku kenikmatan yang tak terhingga tadi.

Entah dorongan dari mana, mungkin karena terobsesi dari video porno, tanpa sadar tanganku bergerak meraihnya. Kuelusi kontol lunglai ini. Jari-jariku menyentuh lengket spermanya. Aku jadi merangkak bangun untuk mengamati lebih dekat.

Aroma kemaluan dan sperma Mas Pur menyerbak hidungku. Aku tergoda untuk mencicipinya. Kembali aku mengalami sensasi seksual yang luar biasa. Aku menjulurkan lidahku dan menjilat batang kemaluan itu. Terus menjilat-jilat dan kemudian mulai mengulumnya. Aku membersihkan lengket sperma Mas Pur di batang kontolnya. Mas Pur menggeliat meraih rambutku.

"Jeng.. Bangun dulu yaa.. Sebentar lagi teman-temanku datang. Kita mandi dulu yyook..."

Nampaknya dia lebih senang menunda kenikmatan jilatanku. Dia bangun dan bergerak mengambil sebuah bungkusan besar. Ternyata untuk aku telah tersedia seperangkat pakaian ganti yang cukup sesuai untukku.

Sesudah mandi kami ke ruang sebelah. Di tempat itu kulihat makanan yang sangat lengkap telah tertata rapi. Rupanya selama kami mandi petugas restoran room service telah menata ruang itu dan siap untuk acara makan bersama.

Bersambung... Arisan Nafsu Birahi Episode 5
09.51 | 0 komentar

Arisan Nafsu Birahi Episode 3

Namun aku tadi mendengar bahwa dia akan bersama teman-temannya? Bagaimana bisa? Ah.. Jangan menjadikan soal. Mas Pur khan pengusaha. Dia pasti memilliki tujuan-tujuan besar untuk pertemuan ini. Bukan hanya semata-mata mencari kesenangan. Dan peranan aku yang 'menemani' itu pasti dimaksud untuk lebih melancarkan jalan menuju sasaran besarnya itu. Dan untuk itulah dia berani memberikan imbalan jasa padaku Rp. 1 juta per jamnya. Aku harus tanggap dalam menghadapi hal seperti ini.

"Terserah Mas Pur, kebetulan suami saya juga sedang tugas keluar kota, Kok. Jadi saya bisa bebas," jawabku sedikit dengan perasaan tergetar. Dalam pikiranku Mas Purnawan akan 'memakai' aku selama 4 jam. Hasrat libidoku menggeliat.

"Oo.. Kebetulan, aku lebih suka berhubungan dengan wanita yang telah bersuami, jadinya nggak banyak risiko gitu..." sambil tangannya kembali meraih tanganku.

Namun kali ini pegangan tangannya itu disertai pula dengan remasan halus pada jemariku. Dan remasan itu seperti 'stroom' listrik. Menjalar menelusuri urat darah dan saraf-saraf peka dalam tubuhku. Sepertinya aku tak kuasa menerima 'stroom' macam ini.

"Untuk makan malam saya telah minta hotel untuk menyiapkan dalam kamar nanti. Habis minum ini kita langsung saja naik ke kamar. Nanti teman-teman saya pasti menyusul ke atas"

Mas Pur mengangkat gelas dan menunggu aku mengangkat gelasku. Kami mengadu gelas kami hingga terdengar suara 'ting', kami lantas meneguk minuman yang masih terasa asing di lidahku. Namun aku akan tetap berlagak bahwa hal-hal seperti ini telah biasa aku lakukan pula. Beberapa menit saat berjalan menuju kamar, pandangan mataku mulai melayang. Entah minuman macam apa yang telah kutelan tadi.

Kami memasuki sebuah kamar vvip yang sangat mewah. Sepanjang jalan tak lepas-lepasnya Mas Pur meremasi tanganku sambil merapatkan tubuh harumnya ke tubuhku. Semua suasana dan kondisi ini membuat aku tak sempat lagi bertanya. Aku menerima begitu saja apa yang terjadi. Bahkan aku sadar aku mulai memasuki gerbang yang selama ini tabu bagiku. Aku telah berada di tengah-tengah nalar selingkuh yang penuh ingkar janji setiaku pada suamiku.

Kehausan dan obsesiku sendiri selama ini, yang kemudian dipicu oleh pertemuannya dengani Cecep sopir taksi itu benar-benar mematangkan situasi dan hasrat libidoku. Aku kini bukan hanya telah larut, bahkan aku serasa ingin cepat menggapai nikmatnya badai birahi bersama Mas Purnawan ini. Nafsu syahwatkulah yang menjawab dengan hangat setiap remasan tangannya.

Begitu masuk kamarnya yang sangat mewah dalam pandangan mataku Mas Pur menekan daun pintu. Sesaat kami berpandangan dan saling melepas senyuman sebelum akhirnya kami saling berpagut. Aku gemetar. Sungguh merupakan sensasi hasrat seksualku. Inilah peristiwa pertama dalam hidupku. Aku menyadari bahwa yang kini memeluk dan mencium atau yang kupeluk dan kucium bukanlah Mas Pardi suamiku. Aku menyadari bahwa kini aku sedang berselingkuh meninggalkan janji kesetiaanku pada suamiku.

Kami lama berpagut saling menukar lidah dan ludah. Sungguh hebat nikmat perselingkuhan ini. Aku jadi ingat masa kecilku dulu. Bagaimana nikmatnya mencuri jambu tetangga. Jambu yang relatip muda belum manis itu terasa lebih nikmat dari jambu yang benar-benar masak kiriman tetangga pemilik jambu itu. Dan itu yang kini sedang melanda aku. Kenikmatan mencuri. Mungkin mencuri itulah penyebab nikmatnya.

Demikian pula 'selingkuh'. Pada saat selingkuh ini kita menghadapi berbagai ancaman. Kemungkinan suatu saat ketahuan karena ada yang melihat dan melapor dan 'rasa dosa' atas ingkarnya janji. Rasa dosa yang akan terus mengejar kita bisa membuat penderitaan tersendiri. Namun sebagaimana yang sedang melanda hasrat seksualku kini, semua ancaman itu rasanya aku abaikan. Que serra serra, begitulan orang Spanyol bilang. Terjadilah apa yang musti terjadi, pokoknya selingkuh jalan teruuss..

Kurasakan remasan tangan Mas Pur pada bahuku. Remasan itu mengantarkan aku menjenjangi birahiku. Jantungku berdegup kencang. Kini aku dalam pelukan nikmat curian dari lelaki yang bukan suamiku. Dan aku terhanyut deras tanpa pertimbangan.

Lumatan lidah Mas Purnawan sungguh memabukkan. Aku rasakan betapa pipi dan dagunya yang baru bercukur terasa kasar merangsang saraf-saraf birahiku. Aku sepertinya terlempar keawang-awang. Nggak tahu untuk turun di mana nantinya. Yang kulakukan adalah mengikuti naluri dan refleksku, memperkuat rangkulan dan gantunganku pada lehernya. Aku rasakan tangan-tangan Mas Pur sibuk melepasi blazer-ku. Dan dilemparkannya begitu saja ke sofa di samping pintu. Memang aku menjadi lebih nyaman.

Tangannya yang kekar mulai merogoh blus dan kurasakan saat jari-jarinya menyentuh merabai pentilku. Buah dadaku diremasinya. Perasaanku tak terkatakan. Nikmatnya berselingkuh, lelaki yang bukan suami memerosoti baju dan meremasi susu, dduuhh.. Aku langsung sanja menyerah karena kemikmatan yang tak terhingga ini. Aku benamkan wajahku ke lehernya sambil merintih.

"Mm.. Mas Puurr.. Amppunn.. Nikmat banget seehh..." aku menyapukan lidahku pada lehernya. Gelegak nafsu yang tak terbendung. Aku telah kehilangan rasa takut dan malu. Aku menjerit dan meracau,

"Mmaass.. Maass.. Hheecchh..." sambil lidahku terus menjilat dan bibirku mengecupi leher Mas Purnawan. Hal ini membuat remasan tangannya pada payudaraku lebih menggila. Dia lepasi blusku dan kembali dilemparkannya ke sofa. Kini aku telanjang dada. Mas Pur langsung menyungsepkan wajahnya ke dadaku. Dia mulai mengulum pentilku dan menyusu bak bayi manja.

Gelinjangku tak tertahankan. Aku menggeliat-geliat dan naluri syahwatku menuntun pinggul dan pantatku menggoyang dan menekan arah selangkangan Mas Pur. Di sana aku merasakan tonjolan besar mengganjal selangkanganku. Aku pastikan Mas Pur telah sangat terangsang birahinya. Dan 'kehausan'-ku mendorong tanganku untuk merabai kemejanya, menyusup ke dalamnya dan menjamah punggungnya yang gempal macho itu.

Dengan tetap berdiri merapat pada daun pintu Mas Pur kembali memeluk erat pinggul dan bahuku, untuk memberi kesempatan tangan-tangan lentikku melepasi dasi dan kancing kemejanya. Aacchhzz.. Betapa menggelitik birahiku saat lidahnya menjilat kemudian bibirnya melumat leherku. Aku rasa cairan vaginaku sudah mulai terdesak membanjir keluar.

Saat kulepasi kemejanya, yang di hadapanku dan dalam pelukanku kini adalah dada bidang lelaki yang sangat jantan. Kurabai bisepnya, tanpa kusadari dalam meraba itu aku mendesah. Sentuhan syahwat begitu merangsang nafsuku. Aku ingin menjamah apapun yang bisa kujamah dari tubuh Mas Pur. Aneh, tiba-tiba aku menjadi liar. Sangat liar. Dalam kondisi macam itu tak terpikirkan sama sekali olehku dimana dan bagaimana Mas Pardi suamiku kini.

Bibir Mas Pur menjalari pori leherku. Sepertinya aku tak lagi menginjak tanah. Perasaan melayang dalam alun badai nikmat yang tak terhingga. Yang kudengar hanyalah degup jantungku sendiri dan kecipat kecupan bibir-bibir Mas Pur yang terus melata.

Aku merasakan tangan Mas Pur mulai menggerilya gaun bawahku. Ada kancing dan tali lembut yang dia lepaskan dan urai. Nafsuku menggelegak. Rasanya aku sedang dalam pintu pembantaian nikmat syahwatku. Desah dan lenguhku menyertai terampilnya tangan Mas Pur hingga seluruh gaunku merosot ke lantai. Dinginnya AC kamar mewah terasa menerpai tubuh setengah telanjangku. Namun hanya sesaat.

Dingin itu langsung lenyap saat lidah dan bibir Mas Pur kembali menjilat dan menyedoti payudaraku. Kali ini aku merasakan lebih merangsang nafsuku karena aku hampir bugil kecuali celana dalamku yang tinggal.

Wajahnya diusel-uselkan ke belahan dadaku. Jangan tanya rasanya. Glyeerr.. Rasa stroom listrik menyentak dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku menahan gejolak dengan mengaduh nikmat. Menutup mata sambil menengadahkan muka ke langit-langit merasakan betapa aliran syahwat nikmat itu menelusur kemudian membakar seluruh saraf-saraf lembut tubuhku. Aku menggelinjang hebat.

Dalam posisi mendekap sambil menyedoti payudaraku di bawah sana, di antara pahaku mulai kurasakan batang panas yang didesak-desakkan ke arah vaginaku. Aku rasakan, kejantanan Mas Pur mulai beringas mencari sarangnya. Tanpa sepengetahuanku Mas Pur ternyata telah berbugil. Ahh.. Sungguh terampil dan berpengalaman.

Dan akhirnya celana dalamku juga direnggut oleh tangan-tangan kokoh Mas Pur. Sambil memelukku dengan tetap berdiri bersandar pada daun pintu dia melolosi seluruh busanaku. Kami benar-benar telah berbugil ria. Tubuh hangatnya menggelitik tubuhku. Gelombang kontur tubuhnya merapat kurasakan bersentuhan dengan gelombang kontur tubuhku. Sambil terus berpagut saling lumat dan jilat kami beradu keringat dan aroma tubuh dalam kamar mewah Grand Hayyat ini.

Tanganku diraihnya. Dia tuntun untuk menjamah kemaluannya. Aku tergetar. Seumur-umur belum pernah aku menyaksikan kemaluan lelaki kecuali milik Mas Pardi yang suamiku. Kini bukan hanya melihat. Mas Purnawan ingin aku merabai dan menggenggam kontolnya.

Bersambung... Arisan Nafsu Birahi Episode 4
09.48 | 0 komentar

Arisan Nafsu Birahi Episode 2

Dan sekarang ini nggak tahu kekuatan apa yang menuntunku. Naluriku tiba-tiba mendorongku mengambil dompet dan mengeluarkan catatan kartu dari si Abang sopir taksi itu. Ter-ngiang di telingaku kata-katanya saat menyelipkan ke calam tasku.

"Nih, Bu. Kalau ibu perlu saya sewaktu-waktu, ibu bisa telepon saya".

Kubaca, Cecep, HP: 0815xx412. Dan timbul dorongan yang begitu kuat agar aku berjalan menuju pesawat telepon serta memutar nomer HP Cecep ini. Sesaat kudengar nada panggil kemudian dari kejauhan. Aku gemetar menahan gejolak hatiku,

"Hallo, halloo.. halloo.."

Aku mendengarkan tetapi tetap diam. Hatiku deg-degan. Jantungku berdegup cepat. Yaa.. Aku ingat suara itu. Suara Cecep si Abang sopir taksi. Aku tegang. Cepat kututup dan kutaruh kembali telponku. Sambungan putus. Aku dikecamuki rasa bimbang.

Tiba-tiba telepon berdering.. Aku biarkan sejalan kebimbanganku.. Namun akhirnya kuangkat juga.

"Hallo... selamat siang Bu.. Maaf saya barusan menerima telepon, apakah dari ibu?" aku setengah hati dan ragu untuk menjawabnya. Namun tiba-tiba bibirku begitu saja nyelonong,
"Oo.. Iya Bang. Eecchh.. Aanu.. Eehhm.. Saya yang tempo hari naik taksi Abang ke Kemayoran..."
"O yaa, saya ingat buu.. Bagaimana kabarnya.. Apa ibu berminat untuk menjadi teman makan siang Pak Purnawan? Kemarin dia nanyain saya lagi.. Orangnya baik lho Bu. Pokoknya ibu nggak usah khawatir. Bagaimana kalau nanti sore? Saya bisa jemput ibu," si Abang mencecer aku.

Jantungku langsung memukul dadaku kencang. Dan hasrat libidoku bergetar. Kurasakan darah naik mendesaki mukaku.

"Jam berapa?" tanpa pertimbangan kembali mulutku meluncurkan kata-kata.
"Bagaimana kalau jam 4.30 sore. Biasanya Pak Purnawan santai minum kopi di lobby hotel lho"
"B.. Bba.. Baik.. Saya menunggu Bang Cecep saja yaa..".

Sekali lagi kenapa Kok menjadi begitu gampang aku mengambil keputusan ini. Mungkin karena kebetulan suamiku sedang tak di rumah sehingga hal-hal risiko tak kuhadapi secara langsung.

Begitu telepon kuletakkan aku bengong sesaat. Apa yang akan kulakukan ini? Sudahkah aku tak waras? Aku masih bisa membatalkan kalau aku mau.

Namun itu tak terjadi. Dengan gemetar yang tersisa aku bangkit dan langsung menuju kamar. Masih sekitar 3 jam lagi sebelum Bang sopir menjemputku. Aku berdiri di depan cermin. Kupantas-pantaskan gayaku, kuamati wajahku. Adakah yang mungkin mengganggu tampilanku.

Aku mesti tampil bagaimana nanti? Dengan pakaian macam apa yang harus kupakai? Antara ragu, bimbang dan desakkan obsesiku terus berebut. Dan aku harus berbuat sesuatu..

Akhirnya aku memilih rok dan blus setipis sutra hadiah ulang tahun suamiku berikut jaket dekron dengan tepian ornamen batik. Aku memikirkan banyak kemungkinan. Apabila situasi diperlukan aku bisa melepaskan jaketku untuk menunjukkan bahu dan sedikit celah pinggulku pada pertemuan rok dan blusnya. Aku akan nampak sangat 'wanita', feminin, dengan busanaku ini. Dan kemudian tak lupa kusemprotkan dengan hati-hati parfum Lancome, mudah-mudahan yang aslinya nih, di ketiakku, di leher dan sedikit pada lipatan busanaku.

Semua itu kulakukan dengan jantung yang terus berdegup serta darah yang memanas di wajahku. Aku benar-benar sedang memasuki wilayah terlarang. Yang selama selalu ditabukan oleh para istri yang terhormat.

Tepat jam 3 sore Bang Cecep menjemput aku. Tak kupungkiri, aku kembali dipersimpangan bimbang dan ragu. Namun setiap kali organ tubuhku yang melanggarnya. Kakiku demikian saja melangkah keluar rumah menjemput Bang Cecep. Aku telah siap. Aku tak ingin taksi ini berada dan menunggu kelamaan di depan rumah. Nanti mengundang pertanyaan orang. Saat aku keluar kuperhatikan sesaat, tak ada tetangga yang berada di luar. Aku langsung masuk mobil dan taksi meluncur.

Ternyata sore hari ini aku telah mengambil sebuah keputusan besar. Tanpa sepenuhnya kusadari kini aku sedang meluncur menuju sebuah kehidupan pengkhianatan dan perselingkuhan. Aku sedang terjun bebas meninggalkan kesetiaanku pada Mas Pardi suamiku.

"Bang... saya pengin lihat dulu orangnya ya.. Nanti kalau rasanya nggak cocok saya pulang lho," timbul rasa khawatir dan sedikit takut. Dan itu kusampaikan pada Cecep.
"Ibu nggak usah takut, Bu. Itu nanti terserah Pak Purnawan dan ibu. Pokoknya saya sudah melakukan tugas saya," jawab Cecep meyakinkan aku.

Taksi meluncur ke jalan Thamrin. Menurut Cecep Pak Purnawan menunggu saya di Grand Hayyat Thamrin. Begitu memasuki area gedung mewah berlantai 20 Cecep membawa aku langsung ke ruang parkir agar bisa mengantar aku menuju lobby hotel. Nampaknya dia paham liku-liku gedung ini.

Sesudah melewati shopping arcade yang menampilkan berbagai barang-barang yang sangat mewah kami sampai di sebuah pintu kaca dengan eskalator. Kami masuk dan naik hingga sampailah ke lobby Grand Hayyat. Setelah celingak-celinguk nampak seseorang melambai ke arah Cecep. Mungkin dia orangnya.

"Mari Bu, tuh Pak Purnawan sudah menunggu," sambil dia berjalan dan aku mengikutinya.

Hatiku berdebar kencang. Benarkah dia? Pria yang demikian tampan itu. Dia macam bintang selebritis Primus yang pemain sinetron itu. Aahh.. Sungguh mempesona. Dengan dasinya yang demikian serasi nampak lelaki ini sangat aahh.. uuhh.. Aku tak bisa mengungkapkannya. Rasanya ada pancaran yang meluluh-lantakkan sanubariku dari sosok pria yang ingin kutemani minum kopi ini.

Dengan segala pesonanya Pak Purnawan berdiri menyongsong aku. Aku terpana. Di depanku berdiri lelaki jangkung dan sangat macho. Apakah aku bermimpi? Kami saling berjabat tangan memperkenalkan diri,

"Purnawan..."
"Tati," jawabku agak gemetar.

Sosok itu demikian jangkung di depanku. Aku hanya setinggi pundaknya saja. Selintas hidungku menyergap aroma tubuhnya yang wangi. Sebelum beranjak untuk duduk, dengan 'handsome'nya Pak Purnawan merogoh kantongnya dan memberikan beberapa lembar ratusan ribu rupiah kepada Cecep sambil,

"Terima kasih Cep".

Ahh.. aacch.. Yang sangat mempesona. Lelaki itu menunjukkan 'sex appeal'-nya padaku. Dengan senyum mengembangnya Cecep menerima asongan dari Pak Purnawan. Sepintas dia melihati aku sebelum mengangguk dan pergi.

"Apa kabar jeng Tati? Kita duduk di sana yok..." sambil tangannya meraih tanganku kemudian beralih ke pinggangku, dia membimbing aku menuju meja di pojok lobby dengan pemandangan yang sangat mempesona. Panorama bunderan air mancur dengan patung Selamat Datang-nya yang sangat terkenal itu nampak tepat di depan tempat duduk kami. Aku sungguh sangat tersanjung dengan sikap Pak Purnawan ini.

Aku sepertinya kena sihir. Begitu mudah aku menerima perlakuan Pak Purnawan pada diriku. Begitu tanpa mengelak saat dia meraih tangan dan menggamit pinggangku. Entah karena apa. Mungkin karena suasana kemewahan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Atau memang ketampanan lelaki macam Pak Purnawan yang demikian jauh dari Mas Pardi yang selalu nampak loyo dan kumuh? Dan.. Aku rasa tak ada perempuan yang akan menolak gamitan tangannya. Atau bahkan mungkin tidur dengannya.

Aku masih berpikir, memang beginikah semestinya menemani makan atau minum kopi di hotel?? Pakai membimbing tangan dan merangkul pinggangku? Aku ingin menolak namun khawatir dianggapnya kurang gaul. Aku nggak tahu mesti bagaimana membawakan diriku. Akhirnya yaa.. Kuikuti saja apa yang terjadi. Jangan sampai Pak Purnawan memandangku sebagai perempuan blo'on, khan?

Terus terang rasa banga dan tersanjung berkecamuk dalam diriku. Antara senang karena seorang aku, Tati, yang hanya istri PNS bisa duduk di tempat yang super mewah bersama pria setampan Primus yang bintang sinetron itu. Bagaimana aku bisa menolaknya?? Bukankah ini kesempatanku untuk merasakan bagaimana menikmati hotel termahal di Jakarta dan duduk bersama Pak Purnawan yang pengusaha sukses ini? Adakah tampilanku sesuai dengan tampilan Pak Purnawan ini.

Untung aku telah mempersiapkan diriku secara maksimal menjelang keberangkatan dari rumah tadi. Kupakai gaun pilihanku serta sebentuk perhiasan di leher dan tanganku yang cukup menarik. Aku yakin gaun pilihanku serta aroma Channel No.5 dari tubuhku telah membuat Pak Purnawan tidak ragu atau malu menuntun aku di tempat yang super mewah ini.

Pelayan yang sangat santun datang memberikan katalog mewah berisi daftar minuman atau makanan yang ingin kami pesan. Pak Purnawan bertanya padaku mau pesan apa? Minum apa?

"Terserah Pak Pur sajalah..." jawabku yang kurasakan agak 'norak'.
"Jangan panggil Pak, jeng.. Memang aku sudah nampak tua?? Mau panggil Mas??" dia melempar senyuman yang begitu tampan menawan. Nampak banget kelelakian Pak.. Eh Mas Purnawan ini. Bagaimana aku mampu menolak rangkulan tangannya.

"Jeng Tati nggak keberatan khan kalau hari pertama ini nemenin saya bersama teman-teman sampai sekitar jam 9 malam nanti?? Yaa.. Total sekitar 4 jam-lah," reaksi pertamaku adalah menghitung 4 X Rp. 1 juta atau Rp. 4 juta aku bisa bawa pulang sore pertama ini. Hi, hii..

Bersambung... Arisan Nafsu Birahi Episode 3
09.48 | 1 komentar

Arisan Nafsu Birahi Episode 1

Hari ini aku dapat banyak kesempatan dalam pertemuan antar teman-teman arisan bulanan. Mereka memesan banyak pakaian untuk anak-anak maupun dewasa dalam rangka menyambut Lebaran 2004 besok. Sepatu, baju, kemeja, celana dan macam-macam lainnya yang aku bisa dapatkan dari pusat grosir di Mangga Dua untuk selanjutnya aku jual kepada teman arisan. Aku sudah menghitung setidaknya 300 potong baju akan habis dalam semingu ini. Belum sepatunya, accesoriesnya dan lain-lainnya.

Tanpa banyak pikir aku langsung panggil taksi menuju Mangga Dua untuk survey barang dan harganya. Hari Senin kebiasaan Jakarta adalah macet di mana-mana. Saat melewati Jl. Pemuda kemacetan ini telah terasa. Ke arah depan maupun ke arah balik sama-sama macetnya. Yang nampak hanyalah deretan mobil-mobil yang merangkak sangat membosankan dan membuat hati jengkel.

"Mobil bagus-bagus. Sayang bukan milik kita ya Bu," tiba-tiba Abang sopir taksi nyeletuk.
"Iya Bang. Saya kalau pengin beli mesti nabung seratus tahun dulu baru kebeli. He, he..."
"Ah, masak sih Bu?"
"Kok, Abang nggak percaya?"
"Yaa.. Kalau menurut saya sih orang macam ibu kalau mau besok juga sudah dapet beli?"
"Ah, ngawur saja si Abang ini. Bagaimana caranya?" aku tahu Abang sopir memang suka berhumor ria untuk menghilangkan stressny saat macet macam ini.
"Yaachh, ibu. Ini khan Jakarta Bu. Ibu masih muda. Ibu masih nampak semangat. Masih banyak yang naksir, atuh," jawabnya enteng sambil menyelipkan bahasa Sundanya.
"Emangnya suami saya mau taruh dimana?" sanggahku.
"Ah, maaf Bu. Saya kira ibu masih sendirian. Soalnya nampak masih muda banget, sih"

Dasar lelaki pinter saja membuat perempuan menjadi senang. Kami terdiam beberapa saat. Namun,

"Bener deh, Bu. Saya yakin paling ibu baru 22 atau 23 tahunan," si Abang sopir menyambung lagi.

Saya merasa berbunga-bunga. Ternyata dalam pandangan orang aku masih begitu muda.

"Ah, Abang, sok tahu nih. Saya khan udah 28 tahun. Menikah sejak 4 tahun lalu. Memang belum punya anak saja"
"Kalau begitu awet muda banget ya, Bu".

Kemudian terdiam lagi. Kembali aku mengamati kemacetan dan mobil-mobil bagus. Aku jadi mikir omongannya tadi. Si Abang bilang, kalau aku mau besok juga kebeli tuh mobil bagus. Aku jadi pengin tahu, bagaimana cara dapetin tuh mobil dan bagaimana hubungannya dengan 'kalau aku mau'?

"Gimana tuh Bang, kalau saya mau dapetin mobil bagus menurut kata Abang tadi?" tanyaku lugu.
"Bener nih Bu. Pengin dapetin tuh mobil bagus?" tanyanya kepastian maksud saya.
"Ya, bener dong. Masa nggak mau mobil bagus sih," jawabku kembali.
"Begini Bu, tetapi jangan marah ya kalau ibu angap saya kurang ajar," ujarnya santun.
"Enggak deh Bang," karena keingin tahuanku aku cepat menyergahnya,
"Ada orang nih, namanya Pak Purnawan, dia seorang pengusaha sukses, udah bapak-bapak sih kira-kira 45 tahunan. Tempo hari numpang taksi saya karena kebetulan mobil mewahnya sedang di bengkel. Tuh bapak pesen kalau ada ibu-ibu atau gadis yang cantik, nampak anggun, terhormat, santun dan tampak seusia ibu ini tuh bapak pengin ditemenin makan siang dan berbagai kegiatan dia lainnya di hotel mewah. Bapak itu katanya mau memberikan jasa sebesar Rp. 1 juta per 1 jam untuk nemenin makan atau minum bersama, katanya," sopir taksi menutup kata-katanya.

Aku memikir sesaat, pasti bapak itu lelaki iseng yang pengin menggoda perempuan macam aku. Tetapi ah, masak untuk menggoda saja dia mau membayar aku Rp. 1 juta per jam. Aku lantas berhitung, kalau dari pagi sampai sore macam orang kerja jadinya Rp. 8 juta, dong. Kalau selama 1 bulan terus menerus berarti aku akan mendapat Rp. 240 juta dong. Ah, masak sih segitu mudahnya. Tiba-tiba si Abang kembali nyeletuk,

"Gimana Bu? Minat? Dia kasih saya kartu nama. Nih ibu bisa lihat"

Kuterima sebentuk kartu nama dari tangannya. Kubaca, tertulis: Drs. Purnawan Candra. President Direktur PT Mulia Mandiri. Bla, bla bla.. dst.

"Orangnya ganteng banget deh, Bu. Pokoknya pasti ibu suka kalau ngelihat dia," komentar tambahan dari si Abang sopir itu.

Nggak tahu kenapa. Saat aku menerima kartu nama itu dan membacanya hatiku tergetar. Jantungku bergerak cepat dan terasa dug, dug, dug, begitu keras memukul dadaku. Aku sedikit limbung. Rasanya ada yang menyentuh hasrat lain, hasrat yang selama ini sangat kusakralkan, hasrat libidoku, sebagai sesuatu yang hanya diperuntukkan bagi suamiku seorang. Sentuhan seksual dengan seseorang yang bukan suami sebagai bentuk keingkaran yang sangat saya tabukan selama ini.

Jadi, kenapa tiba-tiba perasaan macam ini hadir pada diriku setelah membacai kartu nama kecil itu. Kenapa nafsu keingkaran dengan begitu lembut merambati naluriku. Kenapa tiba-tiba bayangan tidur dengan lelaki lain langsung menyergapku. Bulu kudukku langsung meremang merinding. Uuhh.. Tak mungkin. Aku tak akan mendekat ke sana.

Kartu nama itu terjatuh dari tanganku yang gemetar. Si Abang tak melihat getar tanganku. Diambilnya kartu nama yang terjatuh di samping persnelling kemudinya.

"Saya bisa beritahu dia kalau ibu berkenan," kata sopir itu seakan tombak sakti menusuk tajam ke telingaku.

Aku semakin limbung. Aku pusing. Kubilang sama sopir agar balik saja. Antarkan aku pulang ke rumahku di Jembatan Ji'ung kawasan Kemayoran. Mengira aku sakit dia serta merta mencari tepian kanan untuk mendapatkan putaran balik. Akhirnya kami melaju pulang. Aku tak banyak bicara. Namun nampaknya sopir ini terus mendesaki aku. Setelah aku membayar taksi sesuai argometernya, saat tiba di rumah dalam keadaan limbung aku turun dari taksi. Dia rupanya ikut turun untuk membantu membukakan pintu halamanku. Saat itu pula dia selipkan kartu nama dirinya,

"Nih, Bu. Kalau ibu perlu saya sewaktu-waktu, ibu bisa telepon saya," agak acuh, aku tak mampu menolaknya. Yang aku pikirkan hanyalah secepat masuk rumah, istirahat dan rebah ke ranjangku.

[Beberapa hari kemudian]

Suamiku dapat tugas ke luar kota hingga minggu depan. Tak ada yang kuajak bicara-bicara di rumah. Rasanya aku harus cari kegiatan agar tidak sepi. Namun beberapa hari terakhir ini aku banyak didatangi rasa gelisah. Ucapan sopir taksi tempo harilah yang membuat aku resah tak menentu. Apakah benar aku masih nampak begitu muda. Bagai baru seusia 23 tahun? Apakah benar masih banyak yang naksir aku?

Sesungguhnya komentar macam itu sudah sering kudengar dari orang lain. Dari teman-teman arisan atau tetangga. Bahkan mereka bilang wajah dan postur tubuhku mengingatkan orang kepada Ussy Sulistyowaty bintang sinetron dan presenter yang langsing dan ramah itu. Aku juga menyadari betapa kalau aku jalan ke pasar, banyak anak-anak muda yang mangkal di depan kompleks perumahan berdecak sambil melototi kecantikanku. Mungkin mereka sering membawa aku dalam mimpi-mimpi mereka.

Dan selain dari itu apakah benar ada pengusaha yang mau memberikan aku imbalan berjuta-juta rupiah apabila aku mau menemani makan minum atau berbagai kegiatan lainnya di hotel mewah. Ah.. Benarkah?

Dan uang jutaan rupiah itu benarkah. Sementara suamiku hanya karyawan swasta bergaji Rp. 1.2 juta per bulan. Bagaimana terkejutnya nanti apabila aku berhasil membawa pulang berpuluh juta hanya untuk kegiatanku beberapa hari saja. Apakah dia bisa menerima hal itu. Apakah dia akan cemburu atau curiga apabila aku menemani makan siang bersama boss-boss di hotel mewah?

Tetapi sesungguhnya bukan karena uang itu saja yang membuat aku resah gelisah. Aku menjadi demikian resah setiap membayangkan lelaki selain suamiku. Hasrat libidoku menjadi demikian terangsang. Aku membayangkan seseorang yang tampan ganteng. Yang memeluk bahuku. Kemudian aku bisa bersender di dadanya. Kemudian dia mengecup keningku. Dan kecupannya itu turun ke bibirku. Dan melumat bibirku. Dan aku membalas lumatan itu. Dan tangan-tangan si ganteng itu mulai meraba dan meremasi dadaku. Dan.. Dan.. Dan.. Aacchh.. Jangaann.. Ampuunn..

Dalam keseharian aku memang merupakan perempuan yang mungkin masuk dalam kategori gila seks atau 'sex maniac'. Aku tak boleh melihat lelaki tampan apalagi tubuhnya macho begitu rupa. Bahkan cerita macam yang disampaikan Bang sopir taksi tempo hari itu benar-benar telah membuat aku demikian gelisah. Rasanya sebelum hasrat syahwatku terpenuhi kegelisahan ini akan terus mengejar aku.

Sementara itu Mas Pardi yang suamiku, orangnya sangat kalem dan tenang. Postur tubuhnya biasa-biasa saja. Dia lebih mengutamakan kerja, kerja, kerja dan kerja. Dalam hal hubungan seksual dia sering memberi aku nasehat jangan terlampau banyak mikir ke sana. Dia belikan aku buku-buku atau peralatan menjahit atau sesuatu yang lain agar aku tidak hanya berpikir seks. Aku harus punya hobby lain. Dia sangat tahu keadaanku serta 'kehausan'ku.

Namun nasehatnya itu tak bisa membuat aku reda dan sadar sesuai dengan harapannya. Diam-diam aku terus memendam gelora birahi yang menyala-nyala yang memerlukan seseorang lain yang mampu memadamkannya. Aku sesungguhnya merasakan ketidak normalan pada diriku, apalagi aku adalah seorang perempuan yang telah bersuami pula.

Bersambung... Arisan Nafsu Birahi Episode 2
09.47 | 0 komentar

Kisahku Ngentot Tante Dora dan Tetangganya II

Aku hampiri Tante Dora di Bath tub itu dan aku baringkan tubuhku disana.
"Oh.., nikmat sekali mandi air hangat dikelonin tante seksi ini." bisikku dalam hati.
Aku rengkuh lehernya dan kuberikan french kiss yang begitu mesra dan Tante Dora pun membalas dengan ganas seluruh rongga mulutku, leher dan kadang puting susuku di hisapnya. Penisku yang terendam kehangatan air itu semakin maksimal saja. Selama tiga menit kami bercumbu, Tante Dora nampaknya tidak dapat mengendalikan nafsunya.
"Mmmpphh.. ookkhh.. setubuhi aku Boy..! Cepeetthh..!" pinta Tante Dora sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.
"Baik.. Liss.. Terima penisku yang panjaangg.." bisikku sambil memasukkan seluruh batang penisku pelan sekali.
"Oohh.. mmpphh.. nikmatthh.." gumannya saat batang kejantananku mili per mili mulai menjejali rongga rahimnya.
"Kocokkhh.. yaacchh.. terusshh.. aakhh.. nimat bangeetthh..!" serunya ketika aku mulai mengosok-gosok pelan penisku.

Aku keluarkan kira-kira empat senti, lalu kukocok lima atau enam kali dengan cepat dan kusodokkan dalam-dalam pada kocokan ke tujuh. Rupanya usahaku tidak sia-sia untuk menstimulasi G-spot-nya.
"Aaakkhh.. oohh.. nimatthhnyaa.. ookkhh Godd..!" teriaknya mengawali detik-detik orgasmenya.
Sepuluh detik kemudian, "Nngghh.. aakkhh.. sshhff.. ookkhh.. Boyy.. kocokk.. lebih intens lagi Yannk..!" jerit Tante Dora diiringi geliat liar tubuh indahnya.
Payudaranya diremas-remasnya sendiri, sementara aku tetap berpegangan pada sisi bathtub sambil mengocok lembut vaginanya.
"Akkhh.." teriakku pelan saat Tante Dora menggigit pundakku karena aku masih saja mengocok penisku di vaginanya.
Rupanya Dora sudah mulai ngilu.

Aku memeras tegang otot lenganku dan Tante Dora sepertinya minta time out untuk mengatur nafas dan menghilangkan kengiluan di liang sengamanya. Aku meraih lehernya, lalu aku berdiri pada dua lututku dan Tante Dora diam mengikuti apa yang akan kulakukan. Aku memondong Dora dan tetap menjaga penisku tertanam dalam-dalam di vagina Tante Dora yang mengapit kedua tungakainya ke pinggangku. Kami menghampiri Inneke yang juga lagi meregang orgasmenya dan Inneke tampaknya lebih liar dari pada Dora, mungkin karena pengaruh XTC dan suasana yang penuh hawa birahi itu.

"Aaaookkhh.. sshh.. aakkhh.. aakkhh.." jerit Inneke keras sambil menghujam-hujamkan kedua jari kanannya.
Sementara tangan kirinya meremas dan memilin payudaranya dan sesekali ditekan serta diputar. Aku terkesima sejenak dengan pemandangan yang diciptakan Inneke itu dan aku mebayangkan akan lebih histeris lagi pasti jika yang keluar masuk itu adalah 15 cm penis kebanggaanku.
"Booyy.. ayyook terusinn..!" pinta Tante Dora diiringi goyangan lembut pinggulnya.
Ia tampaknya mulai bergairah kembali setelah melihat Inneke yang begitu histeris dan aku pun demikian ketika penisku hampir mengendor di Vagina Dora. Aku maju selangkah dan mendudukkan Tante Dora dari arah belakang sofa. Aku sendiri mengambil posisi berdiri untuk memudahkan eksplorasiku. Di lain pihak, Inneke yang sudah mengakhiri masturbasinya itu mengetahui kehadirna kami dan mengambil tempat di belakang Tante Dora.

"Ookkhh.. Terusin Kee..!" pinta Tante Dora saat Inneke menyibakkan rambutnya dan mulai mencumbui leher Tante Dora.
Tidak ketinggalan, kedua telapak tangan Inneke menggoyang, memutar puting dan kadang-kadang dipilin lembut. Aku sepertinya merasakan apa yang Tante Dora rasakan, darahnya mulai hangat, birahinya sudah memanas. Tubuh Dora bagaikan daging burger di antara aku dan Inneke, pinggulnya masih aktif menggoyang-goyang, kadang menghentak-hentak lembut.
"Oooaakkhh.. nngghh.. ohh.. nngghh.. Kocok terushh.. yaa.. iyaa.. teruss..!" desah Tante Dora keras saat aku tepat menstimulasi G-Spot-nya.
Nafasnya tersengal-sengal disela-sela lenguhan-lenguhan panjangnya, tubuh Tante Dora menggeliat-geliat liar.
Inneke masih aktif membantu Tante Dora menggapai surgawinya, kecupan-kecupan di belakang tubuh, leher, pinggang dan tiba-tiba Tante Dora melenguh panjang diiringi percepatan hentakan pinggulnya. Aku semakin penasaran saja apakah yang dilakukan Inneke hingga Tante Dora tampak lebih histeris lagi dari yang tadi. Kuraba raba punggung Dora sambil kukulum mesra bibirnya, tanganku mulai turun ke arah pantatnya, kutekan kedua sisi bokongnya yang padat itu dan kuulir-ulir. Berawal dari situlah aku tahu rupanya telunjuk dan bibir Inneke memainkan peran di lubang anus Tante Dora, telunjuknya yang berlumur vaselin itu keluar masuk lembut di vagina Tante Dora.

"Oookkhhghh.. Goddhh.. Ke.. truuss.. Yanng.. ookkhh, kontholl.. akkhh.. sshh.." ceracau Tante Dora tidak beraturan, menjemput ambang orgasmenya.
Kedua lubang Tante Dora terasa pejal dan hangat. Aku malah semakin terangsang oleh imajinasiku sendiri, aku lantas memeluk erat-erat Tante Dora saat ia mulai mengencangkan lingkaran tangannya di tubuhku. Darahku juga mulai bergerak cepat menuju ke ujung syaraf di kepalaku, kupingku tidak lagi menghiraukan lenguhan dan desahan-desahan Tante Dora.

"Oookkhh.. Lisshh.. nikmathh.. vaginamu.. Akkhh..!" desahku saat birahiku kurasakan menjalar di seluruh tubuhku.
"Booyy.. Akuu.. mmhh.. mauu.." seru Tante Dora menyambut orgasmenya.
Tubuhnya menegang, wajahnya merah merona, menambah cantiknya Tante kesepian ini, sementara bibirnya terkatup rapat.
"Sssebentar.. Liss.. Kita keluar bareng.." bisikku yang kuiringi tempo kocokanku secara maksimal, yaitu kukeluarkan hampir sepanjang batangnya dan kubenamkan dalam-dalam di rahimnya.

Rupanya darahku tidak bertahan lama di syaraf-syarafku, hingga berdesir kencang meluncur melalui seluruh nadiku dan bermuara pada sebuah daging pejal di selangkanganku.
"Liss.. Aku nyammppaaii.. uuaakkhh.. aakkhh.., aakhh..," desahku sambi memutar-mutar penisku yang tertanam maksimal di vagina Tante Dora, sehingga rambut-rambutku yang disana juga menggelitik klitoris Tante Dora.
"Sseerr.. serr.." kurasakan cairan Tante Dora mendahului orgasmeku, dan seditik kemudian, aku dan Dora meregang nikmat.
Kami menjerit-jerit sensasional dan tidak khawatir orang lain mendengarnya. Tante Dora histeris seperti orang kesetanan ketika telunjuk Inneke juga mempercepat kocokan di anusnya.

"Aaakkhhggh.." desah kami bersamaan mengakhiri nikmat yang tiada tara tadi dan juga baru kurasakan seumur hidupku.
Maniku meleleh di sela-sela pejalnya bnatang kejantananku yang masih manancap dalam di rahim Tante Dora. Inneke tampaknya puas dengan hasil kerjanya, lalu ia memeluk Tante Dora erat dan berbisik, "Enak khan Tann..?"
Tante Dora sendiri sudah lemas dan terkulai di atara aku dan Inneke, aku mengecup mesra Tante Dora dan beralih kepada Inneke untuk memberikan stimulan birahi dalam dirinya yang juga mulai mendidih.

Kedua wanita itu memang hebat, yang tua histeris dan mampu menguasai diri dan yang muda histeris juga dan menuruti jiwa mudanya yang bergejolak. Tante Dora tampaknya tidak dapat menahan rasa di tubuhnya, sehingga lunglai lemas tidak bertenaga. Inneke lantas membimbingnya melepas gigitan vaginanya dari penisku yang mulai mengendor ke arah ujung sofa untuk beristirahat. Kulihat wajah Tante Dora amat puas bercampur dengan letih, akan tetapi semua beban birahinya yang tertahan selama dua minggu meledak lah sudah.

"Oookkhh.. sshh.." desis Tante Dora saat penisku kutarik pelan dari gigitan vaginanya.
Aku melangkahi sofa dan duduk di sandarannya, lalu kubuka kedua pahaku. Tampaklah oleh Inneke sebuah meriam yang berlumur sperma masih setengah tegak.
"Oookkhh.. gellii.. sshh.. teruss.. Kee..!" pintaku pada Inneke saat ia mulai mengulum penisku dan hampir semuanya terkulum di mulutnya yang sedikit lebar namun seksi.
"Oaakhh.. aakkhh.. sshhsshshh.." desisku saat aku mulai merasakan lagi denyutan penisku di mulutnya.

Inneke masih menghisap habis seluruh sperma yang tersisa dan kocokkannya semakin cepat, hingga kedua kakiku bergetar menahan ngilu bercampur nikmat.
"Oookkhh.. teruss.. hisapphh Sayy..!" pintaku sambil mendorong kepala Inneke untuk melakukan lebih dalam lagi.
"Ooouakghh.. Plop.." tiba-tiba mulut Inneke melepas kulumannya dan langsung berdiri menjilat leher dan kedua telingaku bergantian.
"Aku ingin di whirpool Sayy..!" bisik Inneke.

Whirpool itu sendiri sudah dilengkapi semacam sofa untuk berbaring, sehingga jika berbaring di situ, maka mulai dada sampai kaki akan terendam air hangat bercampur semburan air di sisi-sisi kolamnya. Aku merebahkan Inneke disana dan memulai percumbuan kami, tubuh kami terasa hangat dan seperti di pijat-pijat, sehingga penisku yang sempat layu mulai menegang kembali. Inneke tampak menikmati sensasi ini dan aku tahu bahwa Inneke akan menginginkan melodi yang berbeda dengan Dora.

"Mass.. sshh.. ookkhh.. masukin Aku.. ookkhh.. mmpphh.." pinta Inneke sambil membuka pahanya lebar-lebar.
Sejenak aku memainkan kehangatan air, kuayun-ayun tanganku di dalam air ke arah vagina Inneke yang membuatnya segera menarik tubuhku untuk menaikinya. Kami memang sudah diselimuti nafsu sehingga rasanya pemanasan Inneke melihat orgasme dari Tante Dora sudah lebih dari cukup. Tubuh kami hangat oleh air dan kehangatan dari pasangan kami serta semburan-semburan air dari sela-sela kolam membuat kami semakin terbuai jauh ke awang-awang.

"Bless.." 10 cm dari penisku mulai menjejali vagina Ineke diiringi desahan, "Aaakkhh.. mmpph.." guman Inneke yang membuat Tante Dora tersadar dan menyusul kami di kolam.
Kuhentakkan pelan, sehingga seluruh penisku mendesak dinding-dinding vaginanya yang terasa lebih perat dan berdenyut. Dora mengambil posisi memangku kepala Inneke di paha kanannya dan membelai lembut kening Inneke.
"Aaawww.. ookkhh.. gelli.. Massh.." teriak Inneke saat aku memainkan otot lelakiku di leher rahimnya.
"Mass.. dikocok pelaann.. yacch..!" pintanya sambil membelai rambutku, membuatku jadi teringat saat-saat romantis dengan pacar-pacarku dulu.

Aku mengangguk dan kuikuti apa yang Inneke mau, lalu kukocok perlahan dengan cara sepuluh senti aku kocok lima atau enam kali dan kubenamkan dalam-dalam, lalu kuputar pada kocokan ke-7. Cara ini efektif untuk menstimulasi G-Spot seorang wanita. Kurang lebih lima menit kemudian, Inneke mengangkat kepalanya dan mendaratkan ciuman bertubi-tubi di mulut dan leherku bergantian. Tubuhnya sedikit menegang dan lebih hangat kurasa, lalu aku memberi isyarat Tante Dora untuk menyingkir ke arah bagian belakang kami.
"Oookhh.. Masshh.. aakuu.. hammppirr..!" bisik Inneke saat aku mulai menaikkan ritme kocokanku.
"Tahan Ke..!" pintaku, lalu aku memberi isyarat kepada Tante Dora lagi.
"Akkhhgghh.. sshh.. mmpphh.." desahku dan Inneke bersamaan saat telunjuk Tante Dora mulai memasuki lubang pantatku dan anusnya Inneke.
Rasanya hangat mengelitik, apalagi jika di kocokkan di kedalaman anusku dan aku bisa membayangkan sensasi yang dialami Inneke. Pasti akan terasa pejal dan nikmat serta sensasional pada kedua lubangnya.

"Oookkhh.. Taan.. aakk.. kuu tak kuu..atthh.." teriak Inneke mulai mengawali detik-detik orgasmenya.
Para netters yang budiman, sudah bisa diduga, kami pun terbuai dengan alunan sensai jari Tante Dora dan hisapan vagina Inneke bersamaan. Demikian pula Inneke. Panasnya penisku dan gelitik telunjuk Tante Dora membuatnya lupa daratan.
"Aaagghh.. ookkhh.. ookkhh.. aakkhhg.. mm.. sshshh.. awww.. sshh.." ceracauku dan Inneke tidak beraturan.

Dan kurang lebih sepuluh detik kemudian, aku dan Inneke meregang birahi yang dikenal dengan nama orgasmus secara bersamaan. Aku memancarkan spermaku. Terasa lebih banyak dari pada dengan Tante Dora dan aku juga merasakan aliran mani Inneke dari rahimnya. Aku menghempaskan tubuhku ke samping Inneke dan Tante Dora mengambil tempat di sisi lainnya. Hangat tubuh mereka dan kami becumbu seolah tiada hari esok. Kami lanjutkan tidur mesra diapit dua tubuh sintal nan hangat berselimutkan sutra lembut. Dan saat salah satu dari kami terjaga, kami mengulanginya lagi hingga spermaku betul-betul terasa kering.

Minggu siang, kami baru terbangun, lantas kami mandi bersama dan kemudian sarapan pagi. Kami meluncur ke Surabaya dan janji akan kencan lagi entah dengan Tante Dora ataupun Inneke atau kadang mereka minta barengan lagi. Aku akhirnya terlibat kisah asmara yang penuh birahi, namun aku puas karena dapat melampiaskan nafsuku yang meletup-letup itu. Beberapa kali aku ditawari dan berkencan dengan teman Tante Dora dan kadang ada yang aku tolak, karena prinsipku bukan jual cinta seperti gigolo, akan tetapi sebuah prinsip petualangan.

TAMAT
09.40 | 0 komentar